REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis pangan harus terus diwaspadai, mengingat produksi beras di tahun 2022 hanya sekitar 31,54 juta ton. Kondisi ini diprediksi cenderung stagnan di tahun 2023 karena adanya iklim ekstrem El-Nino. Hal ini menjadikan peningkatan produksi pangan khususnya padi dan jagung menjadi upaya-upaya yang wajib untuk dilakukan.
Salah satu potensi lahan yang dapat digunakan untuk menambah produksi pangan nasional khususnya padi dan jagung adalah lahan rawa dan lahan kering yang belum dimanfaatkan secara optimal. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman (Mentan Amran), mengajak semua pihak mulai dari pemerintah pusat hingga daerah untuk fokus melakukan upaya peningkatan produksi pangan melalui pemanfaatan lahan rawa baik pasang surut maupun lahan tadah hujan atau non irigasi di sejumlah daerah.
“Kondisi sekarang memprihatinkan, karena ada krisis global, jika krisis ekonomi, petani masih bisa survive, jika krisis kesehatan juga masih bisa dilewati, tetapi kalau krisis pangan, itu bisa melompat menjadi krisis politik dan bisa menyebabkan konflik sosial, dan itu bahaya” kata Mentan Amran saat hadir pada acara koordinasi dan workshop Upaya Khusus Peningkatan Indeks Pertanaman dan Produktivitas Tanaman Padi dan Jagung di Rawa dan Lahan Non irigasi di Kantor Pusat Kementan.
Selain lahan, lanjut Mentan Amran, persiapan percepatan tanam juga diupayakan dari sisi dukungan anggaran, dan pembenahan tata kelola serta pendistribusian pupuk bersubsidi. Ia menjelaskan petani yang tadinya hanya bisa akses pupuk bersubsidi melalui kartu tani, nantinya para petani juga dapat mengakses pupuk hanya dengan KTP.
"Upaya-upaya percepatan tanam kita lakukan, juga anggarannya sudah disetujui Rp 5,8 Triliun, mudah mudahan tahun depan bisa kita tekan impor dan tingkatkan produksi, begitupun pupuk, petani yang bermasalah dengan pupuk, karena harus dengan kartu tani, sekarang bisa dengan hanya KTP" ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Ali Jamil, mengatakan Kementan, telah mengusulkan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) 2023 sebesar Rp 5,83 triliun mendukung peningkatan produksi padi dan jagung melalui berbagai tindakan yaitu kegiatan percepatan tanam, peningkatan produksi padi, dan jagung melalui penyedia benih, alsintan, pupuk dan pestisida, optimalisasi lahan rawa dan insentif bagi petugas lapangan.
“Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian konsisten mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan ABT 2023 & 2024 sebesar Rp 3,1 triliun melalui kegiatan Survey Investigation Design (SID), Optimasi Lahan, Pupuk dan Alsintan Prapanen, yang direncanakan dilaksanakan dalam 2 tahap” terangnya.
Tahap satu di tahun 2023, lanjutnya, akan dialokasikan untuk kegiatan sebesar Rp 2,2 triliun dan sebagai lanjutannya di tahap II, akan dilaksanakan pada TA.2024 dengan nilai sebesar Rp 902 miliar. “Direktorat Jenderal PSP telah mensimulasi optimalisasi anggaran 2023 Ditjen PSP untuk mendukung pelaksanaan ABT TA. 2023 sebesar Rp 281 miliar” jelasnya.
Berdasarkan data Ditjen PSP, di Indonesia terdapat lahan rawa tadah hujan sekitar 1,068 juta hektar dari 1,5 juta hektar potensinya yang dapat ditingkatkan Indeks Pertanaman dan produktivitasnya. Selain itu terdapat lahan rawa lainnya yang potensial seluas 10 juta hektar yang belum dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk produksi pangan terutama padi dan jagung.
Kegiatan yang dapat dilakukan di lahan rawa dan lahan tadah hujan adalah pengembangan infrastruktur air dan lahan, mekanisasi pertanian pra tanam dan pasca panen, penyediaan sarana produksi (benih, amelioran, pupuk dan pestisida) introduksi teknologi adaptif, serta peningkatan kemampuan petani dan kelembagaan petani.