Rabu 08 Nov 2023 21:44 WIB

Aksi Boikot Efektif Tekan Perusahaan untuk tidak Mendukung Israel

Aksi BDS menyebabkan perusahaan multinasional menarik diri dari Israel.

Rep: Rizky Jaramaya  / Red: Friska Yolandha
Peserta membawa poster boikot McD saat mengikuti aksi damai Indonesia Turun Tangan Bantu Palestina di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Sabtu (21/10/2023). Aksi damai bantu Palestina kali ini diikuti oleh pelajar, santri, dan mahasiswa di Yogyakarta. Pada aksi ini mereka mengutuk kebiadaban Israel usai mengebom rumah sakit yang menewaskan 500 warga Palestina. Selain orasi juga dilakukan penggalangan dana bantuan dan ditutup dengan doa bersama bagi rakyat Palestina.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Peserta membawa poster boikot McD saat mengikuti aksi damai Indonesia Turun Tangan Bantu Palestina di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Sabtu (21/10/2023). Aksi damai bantu Palestina kali ini diikuti oleh pelajar, santri, dan mahasiswa di Yogyakarta. Pada aksi ini mereka mengutuk kebiadaban Israel usai mengebom rumah sakit yang menewaskan 500 warga Palestina. Selain orasi juga dilakukan penggalangan dana bantuan dan ditutup dengan doa bersama bagi rakyat Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi boikot terhadap sejumlah perusahaan Barat meluas sejak Israel membombardir Gaza pada 7 Oktober 2023. Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) yang dipimpin oleh aktivis Palestina mengatakan, aksi boikot efektif untuk menekan perusahaan agar tidak mendukung pendudukan Israel di Palestina.

BDS mengatakan, aksi mereka telah menyebabkan perusahaan multinasional besar seperti Veolia, Orange, dan General Mills menarik diri dari aktivitas di permukiman ilegal Israel. Kelompok BDS aktif sejak 2005, memfokuskan boikot terhadap sejumlah perusahaan yang diyakini terlibat dalam pelanggaran hak-hak warga Palestina, termasuk perusahaan teknologi HP dan Siemens, pengecer Carrefour, perusahaan asuransi AXA, dan perusahaan pakaian olahraga Puma.

Baca Juga

“Semua upaya damai rakyat, termasuk boikot dan divestasi, untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan yang terlibat atas dukungan mereka terhadap kejahatan Israel terhadap warga Palestina adalah hal yang dibenarkan dan diperlukan,” kata BDS kepada Euronews.

Meski tindakan BDS berhasil, kelompok ini tetap menuai banyak kontroversi selama bertahun-tahun.

Kelompok BDS telah memicu perdebatan mengenai legalitas boikot, serta hak atas kebebasan berpendapat. Pada 2019, parlemen Jerman memutuskan bahwa BDS menggunakan metode anti-Semit untuk mencapai tujuannya. Sentimen serupa juga terjadi di negara-negara lainnya seperti Prancis dan Inggris.

Di Amerika Serikat (AS) beberapa negara telah mengeluarkan undang-undang untuk mencegah boikot anti-Israel. Namun banyak dari inisiatif ini telah ditentang secara hukum atas dasar kebebasan berpendapat. Para pemboikot berargumentasi bahwa mereka seharusnya diizinkan untuk mengkritik Israel.

Perdebatan mengenai BDS menyoroti sulitnya membahas perang Hamas di Israel. Karena dengan mengutuk tindakan ofensif Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, membuat perusahaan rentan terhadap tuduhan anti-Semitisme.

"Perusahaan harus benar-benar mempertimbangkan nilai-nilainya," ujar Profesor Madya Komunikasi Korporat di Universitas Ghent, An-Sofie Claeys, dilansir Euronews.

Sulit untuk melihat bagaimana perusahaan....

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement