Senin 02 Oct 2023 23:05 WIB

Posko Pengaduan KUR Ditutup, Kemenkop Masih Temui Kendala Soal Agunan

Aduan pelaku UMKM terkait permintaan agunan yang meminjam di bawah Rp 100 juta

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius.
Foto: Dok Kemenkop UKM
Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posko Bersama Pengaduan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang merupakan hasil sinergi antara Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) dengan para pemangku kepentingan terkait menunjukkan sejumlah temuan. Di antaranya masih banyak aduan terkait kendala pada agunan.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop Yulius menyebutkan, aduan soal perbankan masih banyak ditemukan. Terutama terkait permintaan agunan pada pelaku UMKM yang meminjam di bawah Rp 100 juta.

"Padahal pada Permenko Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR sudah jelas disebutkan, agunan tambahan tidak diberlakukan bagi KUR dengan plafon pinjaman sampai Rp 100 juta,” ujar Yulius dalam keterangan pers, Senin (2/10/2023).

Ia menambahkan, penyalur KUR yang meminta agunan tambahan, akan dikenakan sanksi berupa subsidi margin KUR tidak dibayarkan atau pengembalian subsidi bunga yang telah dibayarkan.

Untuk kendala pada agunan yang masuk pada hotline pengaduan, kata dia, sudah disampaikan langsung kepada bank penyalur. Permasalahan agunan tersebut, lanjutnya, juga menjadi perhatian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Menurutnya, perlu ada metode credit scoring sebagai pengganti agunan agar UMKM dapat mengakses pembiayaan, khususnya KUR dengan lebih mudah. “Pembiayaan oleh perbankan harus ada inovasi, karena ternyata di 145 negara lain sudah menerapkan metode credit scoring. Yakni bukan aset lagi yang dijadikan jaminan, tetapi track record digital mengenai kesehatan usaha yang menjadi penilaian,” tutur dia.

Selain masalah pada agunan, Yulius juga menyebutkan, dari 71 aduan yang masuk pada hotline Kemenkop, mayoritas menanyakan tentang Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga sosialisasi yang belum optimal. Padahal menurut dia, KUR seharusnya menjadi pemecah persoalan pembiayaan bagi pelaku UMKM, terutama bagi mereka yang tidak memiliki dana cukup.

Maka diharapkan, masyarakat dapat mengoptimalkan akses KUR agar mampu mendorong daya saing usahanya. Pada 2023, plafon KUR sebesar Rp 297 triliun, sampai 30 September 2023 sudah tersalurkan sebesar 59,17 persen, yakni sejumlah Rp 175,73 triliun.

“Untuk suku bunga KUR bagi ultra mikro dengan plafon maksimal Rp10 juta ditetapkan sebesar 3 persen. Sedangkan bagi KUR Mikro dan KUR Kecil tetap sebesar 6 persen untuk debitur KUR baru,” kata Yulius.

Pada kesempatan sama, anggota Ombudsman RI Dadan S Suharmawijaya menyebutkan, dari total 80 konsultasi masyarakat dan 18 pelaporan, 53 persen di antaranya mengadukan terkait persoalan agunan. “Kalau untuk UMKM peminjam yang dimintai agunan sudah selesai dengan regulasi yang ada, dari pihak perbankan juga sudah mengembalikan,” tutur dia.

Menurut Dadan, terkait permintaan informasi, 43 persen masyarakat masih menanyakan terkait tata cara pengajuan KUR. Maka ia menilai, perlu sosialisasi intensif kepada masyarakat.

Melalui posko tersebut, ia juga menemukan keluhan tentang adanya masyarakat yang keberatan dengan adanya SLIK OJK yang dijadikan indikator penerimaan atau penolakan pengajuan KUR. 

“Perlu skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK sehingga tetap berpeluang mengakses KUR, sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkannya KUR,” ujar Dadan.

Dadan menambahkan, posko yang telah dibuka dalam kurun waktu 20 hari tersebut, meskipun terbilang singkat namun poinnya ingin memotret bagaimana pelaksanaan program KUR bagi UMKM. Diharapkan, segala permasalahan di luar posko tetap ditindaklanjuti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement