Senin 25 Sep 2023 16:50 WIB

Rupiah Melemah Masih Dipengaruhi Sentimen Suku Bunga AS

Sentimen itu muncul usai pejabat The Fed menyatakan kenaikan suku bunga masih perlu.

Warga menghitung uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (6/5/2020).
Foto: Prayogi/Republika.
Warga menghitung uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (6/5/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan pelemahan rupiah dipengaruhi dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin menguat pasca pertemuan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pekan lalu yang mengindikasikan suku bunga AS lebih tinggi dalam jangka waktu lebih lama.

"Hal ini sangat kontras dengan negara-negara lain di Inggris dan Swiss yang keduanya menghentikan siklus kenaikan suku bunga, sementara Bank of Japan mempertahankan kebijakan moneternya yang sangat akomodatif. Hal ini mengikuti nada yang relatif dovish dari Bank Sentral Eropa pada pekan sebelumnya," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (25/9/2023).

Baca Juga

Pada Jumat (22/9/2023), Gubernur Fed Michelle Bowman mengatakan bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut diperlukan untuk mengembalikan inflasi AS ke kisaran 2,0 persen. Pernyataan hawkish juga diberikan Presiden Fed Boston Susan Collins yang menilai suku bunga tinggi patut dipertahankan seiring melawan inflasi yang terlampau tinggi. Saat ini, AS mencatatkan inflasi sebesar 3,7 persen secara year on year (yoy) pada Agustus 2023, naik dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,2 persen yoy.

Meninjau kondisi perekonomian China, ada kekhawatiran terhadap pasar properti di negara tersebut yang terlilit utang. "Raksasa real estat China (bernama) Evergrande Group memperingatkan bahwa mereka tidak dapat menerbitkan utang baru karena penyelidikan pemerintah terhadap anak perusahaannya, Hengda Real Estate Group. Hal ini memicu kekhawatiran atas pembekuan utang yang lebih luas di pasar yang sudah terguncang akibat krisis uang tunai yang parah selama tiga tahun terakhir," ucapnya.

Di Indonesia, perkembangan utang pemerintah yang terus meningkat membuat pasar gelisah. Hingga 31 Agustus 2023, posisi utang pemerintah mencapai Rp 7.870,35 triliun atau naik Rp 633,74 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy) dan naik Rp 14,82 triliun dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/MoM).

"Tingkatan utang itu membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per Agustus 2023 menjadi 37,84 persen, naik dari bulan sebelumnya yang di level 37,78 persen, tapi turun dibandingkan akhir tahun lalu 39,70 persen," kata Ibrahim.

Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah sebesar 28 poin atau 0,18 persen menjadi Rp 15.403 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.375 per dolar AS.

Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin turut melemah ke posisi Rp 15.399 dari sebelumnya Rp 15.383 per dolar AS.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement