REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri) menyatakan, adanya dugaan praktik predatory pricing atau menjual barang di bawah harga modal atau bahan baku yang tengah marak di platform Tiktok merugikan pelaku Usaha Mikro Kecil Murah (UMKM). Itu karena mereka menjadi sulit bersaing.
"Karena yang dijual kebanyakan harga lebih murah," ujar Ketua Umum Akumandiri Hermawati Setyorinny kepada Republika, Senin (18/9/2023).
Maka, ia meminta pemerintah memberikan aturan yang jelas dan pengawasan, agar tidak ada predatory pricing di Tiktok. Menurutnya, pemerintah pun perlu memberikan pembinaan dan pelatihan kepada UMKM. Tujuannya agar produk buatan UMKM nasional mampu berdaya saing.
Hermawati mengungkapkan, selama ini beberapa anggota asosiasi sudah ada yang memanfaatkan Tiktok untuk berjualan. Hanya saja, kata dia, tetap tidak sebanyak produk impor yang dijual dalam platform tersebut.
"Kalah bersaing masalah harga kebanyakan," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki pun mengaku belum mendapat jawaban pasti terkait murahnya berbagai barang yang dijual di Tiktok. Meski begitu, sambungnya, kementerian sudah sempat memanggil platform media sosial itu.
"Belum (ada jawaban), mereka (Tiktok) bilang itu seller-nya yang jual," ujar dia kepada wartawan di Jakarta.
Ia sepakat, kalau murahnya barang yang dijual di Tiktok membuat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak bisa bersaing. Dirinya pun heran, bagaimana bisa penjual di Tiktok menjual murah. Padahal ada biaya logistik, promosi, dan lainnya.
Teten pun meminta semua e-commerce agar bisa membantu UMKM Indonesia dan mendukung berbagai usaha tersebut. "Jangan membenturkan seller dengan UMKM yang memproduksi barang. Penjual maupun influencer mendapatkan benefit jualan, namun di sisi lain UMKM mulai kesulitan. Di sisi lain ada UMKM yang produksi sudah tidak bisa produksi lagi, lumpuh," ujar dia.