REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan kinerja posisi investasi internasional (PII) Indonesia akan tetap terjaga. Hal tersebut sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19, yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah, serta otoritas terkait lainnya.
“Bank Indonesia akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam pernyataan tertulisnya, Senin (18/9/2023).
Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal II 2023 tetap terjaga sehingga mendukung ketahanan eksternal. Hal tersebut tercermin dari rasio kewajiban neto PII terhadap PDB pada kuartal II 2023 yang berada pada kisaran 18,7 persen lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 19,0 persen.
“Struktur kewajiban PII juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang sebesar 94,2 persen terutama dalam bentuk investasi langsung,” ucap Erwin.
BI melaporkan PII pada kuartal II 2023 mencatat kewajiban neto yang menurun. Pada akhir kuartal II 2023, PII mencatat kewajiban neto 253,3 miliar dolar AS yang menurun dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir kuartal I 2023 sebesar 254,0 miliar dolar AS.
Erwin menyebut, penurunan kewajiban neto tersebut berasal dari penurunan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN).
Posisi KFLN Indonesia menurun seiring dengan penurunan utang luar negeri di tengah surplus investasi langsung yang berlanjut.
BI mencatat, Posisi KFLN Indonesia pada akhir kuartal II 2023 turun 0,6 persen dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi 716,0 miliar dolar AS dari 720,1 miliar dolar AS pada akhir kuartal I 2023. “Penurunan tersebut terutama berasal dari posisi kewajiban investasi portofolio dan investasi lainnya sejalan dengan pembayaran surat utang dan pinjaman luar negeri yang jatuh tempo,” jelas Erwin.
Sementara itu, posisi kewajiban investasi langsung meningkat sebagai cerminan optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik tetap terjaga di tengah peningkatan kondisi ketidakpastian keuangan global. Perkembangan posisi KFLN juga dipengaruhi oleh penurunan nilai instrumen keuangan domestik sejalan dengan penurunan harga saham dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
Erwin menjelaskan, posisi AFLN Indonesia menurun dipengaruhi oleh transaksi cadangan devisa sejalan dengan kebutuhan valas untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi likuiditas valas perbankan. Posisi AFLN akhir kuartal II 2023 tercatat sebesar 462,7 miliar dolar AS atau turun 0,7 persen dibandingkan kuartal sebelumnya dari 466,1 miliar dolar AS pada akhir kuartal sebelumnya.
“Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan posisi aset cadangan devisa yang dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas perbankan sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian,” ungkap Erwin.
Sementara itu, posisi aset investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi lainnya meningkat. Penurunan posisi AFLN juga dipengaruhi oleh penurunan harga aset dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang negara penempatan aset.