Senin 18 Sep 2023 10:01 WIB

Ini Faktor Pendorong Surplus Neraca Perdagangan Mulai Berkurang

Harga komoditas berpengaruh pada nilai ekspor yang mulai melandai.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Kontainer terlihat di pelabuhan terbesar negara itu, di Busan, Korea Selatan, pada 10 Januari 2023. Korea Selatan mencatat defisit perdagangan bulanan terbesarnya, sebesar $12,7 miliar pada Januari, karena ekspor chip komputer dan barang-barang berteknologi tinggi lainnya merosot dan biaya impor minyak dan gas melonjak, kata kementerian perdagangan Rabu, 1 Februari 2023.
Foto: Kang Duck-chul/Yonhap via AP
Kontainer terlihat di pelabuhan terbesar negara itu, di Busan, Korea Selatan, pada 10 Januari 2023. Korea Selatan mencatat defisit perdagangan bulanan terbesarnya, sebesar $12,7 miliar pada Januari, karena ekspor chip komputer dan barang-barang berteknologi tinggi lainnya merosot dan biaya impor minyak dan gas melonjak, kata kementerian perdagangan Rabu, 1 Februari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya namun menurun jika dibandingkan periode yang sama pada 2022. Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan tren surplus neraca perdagangan relatif mirip dengan kinerja neraca dagang pada Juli 2023.

“Ini artinya neraca dagang surplusnya itu mulai berkurang,” kata Yusuf kepada Republika.co.id, Senin (18/9/2023). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, faktor pendorong menurunnya surplus neraca perdadangan relatif bisa dibaca. Yusuf melihat, saat ini menurunnya harga komoditas-komunitas utama menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja atau nilai ekspor kita yang pertumbuhannya mulai melandai. 

Pada saat yang bersamaan, Yusuf menuturkan kebutuhan impor terutama untuk bahan baku industri tidak mengalami peningkatan yang sangat signifikan. “Atau bahkan mengalami penurunan dari data yang dirilis oleh BPS terakhir untuk Agustus,” ucap Yusuf. 

Hal tersebut menurutnya disebabkan karena dua hal. Pertama yaitu permintaan barang manufaktur dari dalam negeri mengalami perlambatan karena pada Agustus 2023 tidak ada faktor pendorong seperti hari besar keagamaan atau libur tertentu yang bisa mendorong peningkatan permintaan beragam produk manufaktur di dalam negeri. 

Lalu kedua yakni wisata yang bersamaan kinerja partner dagang Indonesia juga tidak setinggi atau sebaik dari yang diproyeksikan. “Misalnya China dan tentu kinerja China yang tidak sebagus yang diekspektasikan akhirnya berpengaruh terhadap permintaan ekspor barang produk hasil manufaktur atau hasil iritasi dan akhirnya karena produk manufakturnya itu menurun maka impor untuk bahan baku penolong ini pun ikut menurun,” jelas Yusuf. 

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 kembali surplus. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 surplus sebesar 3,12 miliar dolar AS. 

"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 40 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Amalia dalam konferensi pers, Jumat (15/9/2023). 

Amalia menjelaskan, nilai surplus neraca perdagangan pada Agustus 2023 meningkat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Hanya saja, angka tersebut lebih rendah dibandingkan surplus neraca perdagangan pada periode yang sama 2022. 

Dia menuturkan, surplus yang diperoleh dari transaksi perdagangan sektor nonmigas lebih tinggi yakni 1,34 miliar dolar AS. Hanya saja tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas 4,46 miliar dolar AS. 

Selama Januari–Agustus 2023, BPS mencatat sektor migas mengalami defisit 12,05 miliar dolar AS. "Namun masih terjadi surplus pada sektor nonmigas 36,39 miliar dolar AS sehingga secara total mengalami surplus 24,34 miliar," jelas Amalia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement