Sabtu 16 Sep 2023 16:16 WIB

idEA Sarankan Ada Uji Publik Aturan Social Commerce Sebelum Disahkan

Pemerintah telah meminta aspirasi dari para pelaku industri termasuk kepada asosiasi.

Pemandu siaran menawarkan produk melalui layanan live shopping di Studio Live Shopping Eiger, Jalan Jakarta, Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023). Pasca pandemi, tren live shopping atau berbelanja dan berjualan melalui fitur live streaming kian gencar dan digandrungi lantaran harganya yang bisa jauh lebih murah dari toko atau marketplace, lebih cepat dan efisien.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pemandu siaran menawarkan produk melalui layanan live shopping di Studio Live Shopping Eiger, Jalan Jakarta, Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023). Pasca pandemi, tren live shopping atau berbelanja dan berjualan melalui fitur live streaming kian gencar dan digandrungi lantaran harganya yang bisa jauh lebih murah dari toko atau marketplace, lebih cepat dan efisien.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosisasi E-commerce Indonesia (idEA) menyarankan Pemerintah untuk melakukan uji publik terkait dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 50 tahun 2020, yang juga ikut mengatur fenomena social commerce, sebelum aturan tersebut benar-benar disahkan.

Ketua idEA Bima Laga mengatakan uji publik itu sebaiknya dilakukan agar baik industri maupun masyarakat sebagai konsumen bisa lebih optimal merasakan manfaat dari regulasi yang telah diperbarui itu.

"Uji publik untuk aturan ini (revisi Permendag 50/2020) sangat penting, jangan sampai tiba-tiba aturan sudah disahkan, tapi, malah akhirnya membuat keriuhan di lapisan masyarakat," kata Bima dalam diskusi daring, Sabtu (16/9/2023).

Usulan tersebut juga menjadi tanggapan dari pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang baru-baru ini mengatakan industri yang menyediakan social commerce, yaitu metode berjualan digital di media sosial, harus memisahkan izin antara usaha media sosial dan usaha perdagangan digitalnya. Pemisahan bentuk izin tersebut akan diatur dalam revisi Permendag nomor 50 tahun 2020, yang saat ini masih dalam tahapan harmonisasi di tingkat kementerian dan lembaga.

Terkait dengan pengaturan kebijakan untuk social commerce yang diakomodasi dalam revisi Permendag 50/2020, Bima mengatakan sebenarnya pemerintah telah meminta aspirasi dari para pelaku industri termasuk kepada asosiasi.

Dari sisi pelaku industri, idEA secara umum menyampaikan bahwa social commerce merupakan inovasi dan bagian dari transformasi perdagangan digital. Kehadiran inovasi tersebut dinilai menjadi kanal baru yang bisa dimanfaatkan penjual yaitu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan bisnisnya dengan bentuk yang lebih interaktif.

Bahkan pertambahan kanal baru tersebut dinilai bisa memperkaya pengalaman masyarakat dalam berbelanja baik secara luring dan daring.

Namun, setelah proses penyampaian aspirasi selesai, hingga saat ini perubahan untuk pengaturan kebijakan itu belum dibagikan kepada industri.

idEA sebagai asosiasi berharap uji publik dapat dilakukan terhadap revisi Permendag 50/2020 sebelum disahkan agar dapat diketahui kebijakan baru yang disusun bisa memberi dampak positif atau sebaliknya baik kepada industri, masyarakat, dan juga perekonomian negara.

Meski demikian, Bima menegaskan karena seluruh anggota idEA merupakan badan usaha yang telah memiliki legalitas di Indonesia, apapun keputusan yang akan dikeluarkan pemerintah dalam bentuk aturan pasti akan diikuti oleh seluruh anggota asosiasi e-commerce.

"Hal yang pasti karena anggota idEA berbadan hukum di Indonesia, maka apapun keputusan yang nantinya dikeluarkan pemerintah, itu kami pasti tunduk pada aturan tersebut," kata Bima.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement