REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komunikasi menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh perusahaan dalam setiap sektor. Tak terkecuali sektor perbankan. Dalam situasi krisis, proses komunikasi merupakan aspek yang penting. Bahkan untuk merespons krisis secara efektif memerlukan keterampilan dalam menyusun strategi berkomunikasi. Maka dari itu, manajemen komunikasi krisis pada sektor perbankan harus menyiapkan langkah mitigasi.
Hal ini menjadi selaras dengan kegiatan talkshow yang bertajuk “How to Manage Crisis Communication in Banking Industry”. Acara yang diselenggarakan oleh Infobank Digital yang dihadiri para praktisi humas di perbankan. Acara yang diadakan di Hotel Westin ini memupuk harapan agar para praktisi humas memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai komunikasi krisis.
“Dalam era digital, komunikasi dianggap penting karena dari A-Z memerlukan komunikasi. Media adalah teman kita. Namun, tidak semua media menjadi teman kita. Hal tersebut karena setiap orang bisa membuat berita dan setiap orang bisa menjadi media. Oleh karena itu, diperlukan pemahamaan khusus terkait komunikasi bagi internal perusahaan, terutama saat krisis terjadi,” kata Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group, dalam sambutannya Selasa (12/09/23).
Acara ini dihadiri oleh dua praktisi komunikasi yaitu Dr. Firsan Nova, CEO Nexus Risk Mitigation & Strategic Communication dan Priyanto Budi Nugroho, Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan, dan Statistik Lembaga Penjamin Simpanan.
Dalam pemaparannya, CEO Nexus RMSC menjelaskan sebelum krisis terjadi kita perlu mempersiapkan manajemen risiko dan manajemen isu. Maka dari itu, diperlukan pedoman mitigasi krisis yang spesifik. Dalam hal ini Nexus membaginya menjadi tiga poin, yaitu terkait apa isunya, kemudian siapa yang mengatakan isu tersebut, dan bagaimana respons publik terhadap isu tersebut.
“Sometime you dealing with ghost, kadang kita tidak mengetahui siapa yang menyebarkan isu. Namun, kita harus memberikan respons akan isu tersebut karena publik tertarik akan isu tersebut,” ujar Firsan.
Dalam menghadapi krisis, perlu ada tahap penerimaan. Hal tersebut karena, ketika kita bisa menerima krisis atau masalah itu seperti setengah dari solusi. “Penting bagi kita bisa cepat menerima keadaan yang terjadi, agar langsung berpikir cepat mengenai solusi apa yang perlu dilakukan saat krisis,” kata CEO Nexus RMSC.
“Bahkan mengikhlaskan adalah bagian dari isu management. Kita harus tau isu mana yang di respon dan isu mana yang let it go,” tutur Firsan. Kemudian penting sekali untuk melakukan investasi dalam relasi dan narasi positif, tambah Firsan dalam pemaparannya.
Dalam sektor perbankan ada pilar risk management yang fokus pada interest rase risk dan liquidity risk. Dalam pilar risk management, Priyanto menambahkan bahwa harus memetakan strategi komunikasi krisis yaitu harus memberikan penjelasan agar masyarakat tenang bukan berbagi kebingungan, sehingga tujuan komunikasinya harus ditentukan oleh otoritas. Selanjutnya apa yang perlu dikomunikasikan dan siapa yang akan terdampak dari pesan komunikasi tersebut. Kemudian, pastikan pesan komunikasi tersebut satu suara. Artinya, antar stakeholder saling berkoordinasi.
Krisis adalah situasi tak terduga yang merugikan, lanjutnya, maka krisis komunikasi dapat memainkan peran penting dalam mengubah yang tak terduga menjadi terantisipasi dan merespon secara tepat. “Tak ada pesta yang tak usai” “badai pasti beralalu” ada ungakapan-ungkapan dalam bahasa kita yang menejelaskan bahwa segala sesuatu pasti ada akhirnya.
"Begitupula dengan krisis. Dengan menyusun strategi komunikasi yang tepat dan melakukan mitigasi secara akurat pasti ada jalan keluar untuk krisis," katanya.