Selasa 12 Sep 2023 20:28 WIB

Ekonom Prediksi Inflasi RI Capai 5,25 Persen pada Akhir 2023

Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil menekan inflasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
ilustrasi:inflasi - Pedagang aneka bahan bumbu masakan tertidur saat menunggu calon pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2020). Bank Indonesia memperkirakan inflasi Januari akan mencapai 0,42 persen berdasarkan hasil survei pemantauan harga (SPH) hingga minggu keempat bulan ini, hal tersebut karena faktor naiknya harga sejumlah komoditas pertanian seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan beberapa sayuran karena dampak musim penghujan yang berpengaruh pada panen.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
ilustrasi:inflasi - Pedagang aneka bahan bumbu masakan tertidur saat menunggu calon pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2020). Bank Indonesia memperkirakan inflasi Januari akan mencapai 0,42 persen berdasarkan hasil survei pemantauan harga (SPH) hingga minggu keempat bulan ini, hal tersebut karena faktor naiknya harga sejumlah komoditas pertanian seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan beberapa sayuran karena dampak musim penghujan yang berpengaruh pada panen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Rully Arya Wisnubroto memprediksi bahwa Indonesia mengalami laju inflasi di posisi 5,25 persen pada akhir tahun 2023. Rully menilai Indonesia hingga saat ini menjadi salah satu negara yang berhasil menekan inflasi di tengah tingginya tingkat inflasi negara-negara maju seperti AS, Inggris dan negara-negara di kawasan Eropa lainnya.

“Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai sukses meredam inflasi sedangkan pengendalian inflasi masih menjadi isu utama negara-negara maju saat ini, seperti AS, Inggris dan negara-negara Euro Zone,” kata ekonom senior Mirae Aset Sekuritas itu di Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Baca Juga

Rully menyebutkan tingginya inflasi di negara-negara tersebut semakin diperburuk dengan kenaikan harga komoditas serta minyak dunia. Namun Rully menilai Indonesia harus tetap waspada, karena hal-hal tersebut diprediksi masih akan memicu volatilitas pasar global, yang juga akan berdampak kepada pasar finansial di Indonesia.

"Tekanan terhadap rupiah masih akan tetap tinggi dengan adanya sentimen negatif terhadap emerging market. Hal itu juga tak dapat dilepaskan dari faktor memburuknya kondisi ekonomi Tiongkok," ujarnya.

Dalam memitigasi risiko tekanan terhadap rupiah, Bank Indonesia bersama pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor finansial di dalam negeri dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS sehingga dapat memitigasi risiko fluktuasi ke depannya.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) pada Agustus 2023 tercatat sebesar 3,27 persen, dengan peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) 115,22. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono juga mengatakan Indonesia berhasil mengendalikan laju harga konsumen (inflasi) di tengah tren tingginya inflasi dunia, bahkan saat sejumlah negara mengalami hiperinflasi.

Tercatat Argentina mengalami hiperinflasi hingga 113,4 persen, inflasi Turki tercatat 47,8 persen. Menurut Edy, di antara negara-negara G20, tingkat inflasi Indonesia menjadi yang terendah keempat setelah China (minus 0,30 persen), Arab Saudi (2,31 persen) dan Amerika Serikat (3,18 persen). Inflasi Indonesia juga lebih rendah dibandingkan kawasan Eropa yang sebesar 5,3 persen.

Terkendalinya inflasi Indonesia didorong oleh seluruh komponen, baik inflasi inti, tarif yang diatur pemerintah (administered price), dan komponen harga pangan yang kerap bergejolak (volatile food). Terkendalikannya inflasi Indonesia juga tidak terlepas dari stabilitas harga komponen pangan atau volatile food. Pada Agustus 2023, komponen inflasi pangan di level 2,42 persen atau lebih rendah dibandingkan 2022, yakni 5,61 persen.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement