Selasa 12 Sep 2023 08:20 WIB

Indef: Pengendalian Polusi DKI Perlu Perhatikan Pertumbuhan Ekonomi

Kalau ASN melakukan WFH, ada sektor ekonomi yang menjadi korban.

Air yang disemprotkan ke udara di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023) (ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Air yang disemprotkan ke udara di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023) (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan pengendalian polusi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memperhatikan pertumbuhan ekonomi Ibu Kota.

"Kalau ASN melakukan WFH, ada sektor ekonomi yang menjadi korban. Artinya, pertumbuhan ekonomi Jakarta yang misalnya bisa tumbuh 6,5 persen secara tahunan, karena WFH berpotensi hanya tumbuh 6, atau 6,2 persen," kata Heri disiarkan Antara di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Baca Juga

Ia mencontohkan, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyediakan makanan di kantin-kantin kantor ASN bisa terdampak oleh kebijakan WFH yang menghilangkan omzet penjualan mereka. Pemprov DKI juga dinilai perlu mendorong ASN untuk pergi ke kantor dengan menggunakan kendaraan umum, terutama kendaraan umum yang ramah lingkungan, untuk menekan tingkat polusi udara.

Sementara itu, terkait pemberian sanksi bagi pelaku industri yang melanggar aturan lingkungan DKI Jakarta, Heri mengatakan mendukung kebijakan pemprov tersebut. Menurutnya, penegakan aturan untuk menjaga lingkungan kota dapat menarik pelaku usaha untuk berinvestasi di Jakarta, karena pemerintah Jakarta dipandang mampu menegakkan aturan.

"Kalau ada pelaku usaha yang melanggar aturan terkait lingkungan, itu harus menerima konsekuensi yang adil. Kalau mereka melanggar mereka harus ditindak tegas atau diperingatkan sehingga tidak ada lagi yang membuang polusi sembarangan," kata Heri.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberikan sanksi administratif kepada industri besi dan baja yang melanggar aturan terkait lingkungan hidup Jakarta karena menggunakan cerobong pemanas ulang yang belum mendapatkan sertifikat layak operasi.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta juga telah memberikan sanksi administratif yang menghentikan paksa kegiatan operasional perusahaan pergudangan dan penyimpanan batu bara.

Adapun pada Senin pagi, berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.30 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 151 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2,5 dan nilai konsentrasi 56,2 mikrogram per meter kubik.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement