REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Bank Indonesia (BI) mengungkapkan alasan munculnya keraguan IMF terkait cara Indonesia mengendalikan inflasi. Bauran kebijakan menjadi salah satu andalan yang membuat BI optimistis dapat menekan inflasi saat ini.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Erwindo Kolopaking mengatakan kritik dari IMF disebabkan teori yang dianut. "Mereka berkiblat pada pengalaman negara-negara maju," kata Erwindo di Labuan Bajo, Sabtu (9/9/2023).
Sementara Indonesia, Erwindo menyebut, BI selalu melihat dari seluruh sisi. Dia menegaskan, Bank Indonesia selalu memastikan sesuai ekpektasi tidak hanya untuk saat ini saja namun juga untuk waktu-waktu berikutnya.
"Kami selalu pastikan sesuai ekspektasi bukan hanya sekarang tapi ke depan. Ekspektasi untuk tahun-tahun selanjutnya dijaga," tutur Erwindo.
Jika suku bunga diasumsikan terlalu tinggi, Erwindo menegaskan Indonesia memiliki kebijakan makroprudensial. Kebijakan tersebut menurutnya menyasar terhadap sektor-sektor yang memiliki dampak kepda perekonomian.
Erwindo menegaskan, tidak semua bank sentral menggunakan kebijakan moneter dan makroprudensial bersama-sama dengan payment system. "Seperti The Fed. Mereka mematok suku bunga kaitannya hanya dengan inflasi," jelas Erwindo.
Dia menilai, teori ekonomi akan terus berkembang dalam mendukung ramuan kebijakan bank sentral di berbagai negara. Jika tidak cocok maka bank sentral suatu negara akan menggunakan cara sendiri untuk menjaga stabilitas moneter dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dia menambahkan, kebijakan makroprudensial sempat dianggap tabu namun saat krisis moneter pada 1997-1998, IMF baru mengakui kebijakan tersebut sangat penting. Khususnya, dalam menjaga stabilitas perbankan pada saat ekonomi tertekan.
"Ketika terjadi kenaikan suku bunga tinggi baru ketahuan di situ ada kebijakan yang tidak sesuai dalam konteks mikroprudensialnya, sehingga teori makroprudensialnya dikeluarkan untuk memastikan stabilitas perbankan yang baik," ucap Erwindo.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo tetap percaya diri, Indonesia memiliki cara tersendiri dalam mengatur sektor moneter. Tak peduli kata Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), Perry yakin Indonesia lebih berpengalaman.
"Kita tidak peduli dengan pernyataan IMF apa yang kita lakukan. Kami tahu Anda lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman," kata Perry dalam talkshow Asean Fest 2023, Selasa (22/8/2023).
Perry menegaskan, kepercayaan diri tersebut bukan tanpa sebab. Dia menuturkan, Indonesia menggunakan kebijakan moneter makroprudensial dan fiskal.
"Kita memiliki kebijakan monter. Kita tidak hanya berfokus pada framework pengendalian inflasi," ucap Perry.
Dia menuturkan, hal tersebut juga dilengkapi dengan kebijakan stabilitas nilai tukar. Menurut Perry, dalam beberapa aspek terjadi capital outflow namun Indonesia meminimalisir hal tersebut.
Perry memetik pelajaran, semua emerging market menghadapi trilema kebijakan. Perry mengatakan Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama dan saat ini resesi.