REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi digital di Indonesia menunjukan potensi yang besar. Hal ini sejalan dengan semangat Gerakan Nasional (Gernas) Bangga Buatan Indonesia (BBI) yang diresmikan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada Mei 2020. Pemerintah terus mendukung transformasi digital Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta mengajak masyarakat untuk bangga dan membeli produk lokal, salah satunya lewat industri e-commerce.
Pada acara Bincang E-Commerce bersama Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) di Jakarta, Jumat (8/9/2023), Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Usman Kansong menegaskan, pemerintah terus mendorong pengembangan ekonomi digital guna meningkatkan produktivitas pelaku usaha, khususnya UMKM serta masyarakat.
Perkembangan teknologi yang kian dinamis, saat ini tengah membawa masyarakat pada fenomena ekonomi digital baru, yaitu social commerce (s-commerce), di mana media sosial juga dimanfaatkan sebagai sarana transaksi jual beli. Usman menjelaskan praktik s-commerce saat ini terbagi menjadi dua, yaitu yang difasilitasi platform dan yang dilakukan secara pribadi atau langsung antara sesama pengguna media sosial.
Saat ini, tambah Usman, Kemkominfo memprioritaskan pengawasan s-commerce yang berbasis platform. Diperlukan komitmen kuat dalam meningkatkan literasi digital di Indonesia untuk mengantar masyarakat menuju Digital Society melalui percepatan pembangunan ekosistem infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T), serta transformasi digital bagi pelaku UMKM.
Dari sisi pelaku industri e-commerce, Ketua Umum idEA, Bima Laga, memastikan para pelaku industri e-commerce memiliki kepedulian pada pengembangan ekonomi lokal dengan mendorong penjualan produk buatan Indonesia, terutama dari pengusaha UMKM. “IdEA hadir menjadi mitra pemerintah, salah satunya dalam mendukung UMKM melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia,” ujar Bima, dalam siaran persnya.
Bima melanjutkan, dalam Gernas BBI, pelaku industri e-commerce tidak semata mendorong pelaku usaha untuk onboarding atau membuka toko daring, tapi juga melakukan pelatihan dan pendampingan.
Selain itu, lanjut Bima, roda bisnis e-commerce melibatkan banyak sektor bisnis lain yang menjadi penggerak perekonomian digital indonesia, seperti sektor logistik, payment gateway, perbankan, fintech, dan lain-lain. Namun, bukan berarti roda bisnis e-commerce menghilangkan aturan ekspor impor. Peredaran produk impor pada industri e-commerce dibatasi aturan cross border.
Wakil Ketua idEA, Budi Primawan, menjelaskan bisnis cross border secara resmi dikelola oleh platform. “Dan semua itu mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah. Baik dari segi pajak, juga lainnya,” ujarnya.
Budi menambahkan, persentase jumlah transaksi dari sektor cross border tidak terlalu tinggi, di mana pelaku bisnis cross border masih mengutamakan upaya mendorong transaksi dari produk lokal. Sehingga, para pelaku usaha lokal yang belum onboarding, bisa mulai mencoba untuk merambah ke pasar daring.
“Berjualan di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) (online) lebih efisien secara biaya, waktu kelola lebih fleksibel, dan jangkauan pasar luas,” jelas Budi.
Harapannya, para pelaku e-commerce dapat saling membantu mendukung penguatan ekonomi digital di Indonesia di masa mendatang, guna memajukan perekonomian nasional dan mendukung pencapaian Visi Indonesia 2045.