Kamis 07 Sep 2023 15:46 WIB

Pertamina Siapkan Dua Strategi untuk Atasi Perubahan Iklim Akibat Emisi

Pertamina meningkatkan alokasi investasinya pada bisnis baru terbarukan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menjelaskan strategi menarik investasi di Pertamina pada flagship AIPF, Rabu (6/9/2023).
Foto: Republika/Intan Pratiwi
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menjelaskan strategi menarik investasi di Pertamina pada flagship AIPF, Rabu (6/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menyatakan telah menyiapkan dua strategi utama dalam mengatasi perubahan iklim yang kian dirasakan oleh masyarakat. Dua strategi tersebut yakni melalui dekarbonisasi pada operasional bisnis serta transisi energi melalui melalui pemanfaatan hidrogen, amonia dan serta terknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). 

Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini, menjelaskan, Pertamina memiliki mandat untuk menjaga kedaulatan energi Indonesia. Namun, lebih dari mandat tersebut, Perseroan juga mendukung upaya Pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission sebagai upaya menjaga perubahan iklim. 

Baca Juga

Untuk itu, ia menegaskan, Pertamina meningkatkan alokasi investasinya pada bisnis baru terbarukan, terutama melalui subholding Pertamina New and Renewable Energy (PNRE). 

Emma mengakui, pendapatan Pertamina saat ini dikontribusi dari bisnis fossil. Namun pada masa mendatang, energi baru terbarukan akan meningkat. "Itulah yang mendorong kami meningkatkan nilai investasi untuk memperkuat bisnis baru terbarukan tersebut," kata Emma dikutip dari keterangan tertulisnya diterima Republika, Kamis (7/9/2023). 

Ia menjelaskan, Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan energi bersih, termasuk melalui panas bumi dan pembangkit listrik tenaga gas. Sementara itu, Pertamina memiliki kapasitas panas bumi geothermal sebesar 700 Megawatt (MW) dan pembangkit listrik tenaga gas berkapasitas 1,8 Gigawatt (GW). Pertamina juga tengah dalam proses diskusi dengan calon pembeli untuk melakukan ekspor hidrogen hijau. 

Lebih jauh, ia menuturkan, Pertamina juga optimistis akan memperoleh pendanaan hijau untuk program-program bisnis energi hijau yang dijalankan perseroan. "Melalui metodologi operasional yang berkelanjutan (green operating model) dan skor ESG yang baik, kami yakin Pertamina akan menjadi investasi yang menarik bagi investor," kata Emma. 

Saat ini, ia memaparkan, Pertamina memiliki skor ESG 22,1 dari Lembaga ESG Rating Sustainalytics dan dinilai memiliki tingkat risiko Medium. Dengan skor tersebut, Pertamina berada di peringkat dua secara global dalam sub-industri Integrated Oil & Gas oleh Sustainalytics.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan, BUMN berkomitmen dalam menerapkan pembangunan  yang berkelanjutan. Erick menyebut model pembangunan yang berkelanjutan tak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, melainkan juga bagi kinerja perusahaan. 

"Kita lihat bersama, pembangunan yang berkelanjutan ini menjadi perhatian global. BUMN pun tidak boleh ketinggalan sebagai agen pembangunan di Indonesia," ujar Erick. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement