REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan ke depan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan hal tersebut sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah, dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Perry mengungkap sejumlah strategi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. “Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas,” kata Perry dalam konferensi pers RDB Bulanan BI Agustus 2023, Kamis (24/8/2023).
Begitu juga dengan melakukan efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA. Hal tersebut sejalam dengan PP Nomor 36 Tahun 2023 yang saat ini sudah berlaku sesuai aturan yang dibuat.
Tak hanya itu, Perry menegaskan, BI juga menerbitkan instrumen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. “Penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang pro-market untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong masuknya aliran portofolio asing,” ungkap Perry.
BI memastikan saat ini nilai tukar rupiah tetap terjaga sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia. Perry mengakui, peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah pada Agustus 2023 hingga 23 Agustus secara point-to-point melemah sebesar 1,41 persen dibandingkan dengan akhir Juli 2023.
Secara year to date, nilai tukar rupiah menguat 1,78 persen dari level akhir Desember 2022. “Ini lebih baik dibandingkan dengan nilai tukar mata uang berkembang lainnya seperti Rupee India yang mengalami apresiasi sebesar 0,07 persen, serta Baht Thailand dan Peso Filipina yang masing-masing mengalami depresiasi sebesar 1,31 persen dan 1,77 persen,” ungkap Perry.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (25/8/2023) pagi melemah 0,17 persen atau 26 poin menjadi Rp 15.272 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.246 per dolar AS.
Sebelumnya, BI menerbitkan instrumen baru yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, SRBI tersebut merupakan instrumen operasi moneter kontraksi.
"SRBI ini sebagai instrumen operasi moneter yang pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang," kata Perry.
Instrumen tersebut juga untuk mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio. Selain itu juga untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
"Ini bisa diperdagangkan dengan sistem diskonto di pasar sekunder, bisa dipindahtangankan, dan juga bisa dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk melalui pasar sekunder," ungkap Perry.
Dia memastikan, SRBI mulai diimplementasikan pada 15 september 2023. Perry menjelaskan, instrumen tersebut disebut sekuritas karena karena merupakan sekuritisasi dari SBN yg dimiliki oleh BI.