REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, WARTAPEMERIKSA -- Belum adanya kepastian perpanjangan izin, mendorong saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terus merosot hingga terendah dalam lima bulan terakhir. Tambang nikel ini masih dalam proses negosiasi untuk perpanjangan izin, di tengah tekanan pemerintah Indonesia yang ingin mengakuisisi.
Saham Vale Indonesia turun 50 poin atau 0,81 persen ke level Rp6.100 pada sesi I perdagangan saham Jumat (18/8/2023). Harga saham INCO kini terendah sejak 14 Maret 2023. Secara year to date, saham INCO telah turun 14,08 persen dan menghapus kapitalisasi pasar sekitar Rp 10 triliun, dari Rp 70,54 triliun pada awal tahun menjadi Rp 60,61 triliun.
Seiring dengan penurunan, investor asing pun gencar melepas saham INCO. Dalam sepekan terakhir, investor asing telah melepas saham INCO dengan nilai Rp 311,48 miliar.
Salah satu yang menjadi katalis negatif bagi saham INCO adalah harga acuan nikel pada Juli 2923 turun menjadi 21.376,75 dolar AS per dry metric tonne (dmt), atau senilai Rp 325,39 juta per dmt. Harga acuan ini menjadi yang terendah sejak September 2022 lalu.
Katalis negatif lainnya adalah hingga Agustus ini, Vale Indonesia belum mendapatkan kepastian perpanjangan izin yang bernama izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Deadline untuk mendapatkan IUPK adalah akhir tahun ini dan izin Vale akan habis pada akhir tahun 2025.
Ekonom senior INDEF Faisal Basri mendesak agar divestasi saham PT Vale Indonesia segera dilakukan. Saat ini divestasi saham Vale ke pemerintah masih belum menemui kesepakatan.
“Divestasi Vale tak mau neko-neko, ikuti saja ketentuan yang berlaku dalam undang-undang," kata Faisal dalam diskusi publik yang diselenggarakan Forum Merah Putih untuk Divestasi Saham Vale, dikutip Selasa (15/6/2023).
Menurut Faisal, pemerintah mestinya tak perlu susah-susah dalam renegosiasi kontrak. Karena menurut aturan, jika sebuah kontrak karya (KK) berakhir kontraknya, tambang itu diserahkan ke negara untuk diprioritaskan ke perusahaan-perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
Berdasarkan UU Minerba, perusahaan tambang asing seperti Vale harus melakukan divestasi saham minimal 51 persen untuk mendapatkan IUPK. Syarat ini merupakan mutlak dan tidak bisa ditawar lagi.
Untuk itu, Vale harus melakukan divestasi kembali setelah sebelumnya telah dua kali melakukan divestasi. Saat ini 20 persen saham Vale dimiliki publik dan sebanyak 20 persen dimiliki oleh MIND ID.
Komisi VII DPR RI dan pemerintah telah satu suara untuk melakukan akuisisi Vale Indonesia dan seluruh asetnya terkonsolidasi di Indonesia. Saat ini aset Vale Indonesia yang berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan, masih tercatat milik Kanada.
“Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan financial consolidation sebagai bentuk penguasaan negara melalui BUMN,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman saat membacakan kesimpulan Rapat Kerja Komisi VII DPR RI di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan akan bertahan dalam proses divestasi Vale Indonesia. "Kembali yang namanya Vale harus relinquish, bukan berarti tidak suka dengan investasi luar negeri, tapi ini kan kebijakan. Freeport relinquish, pengusaha nasional juga relinquish, artinya ini sesuatu yang wajar," katanya.
Erick juga menyindir Vale Indonesia yang telah beroperasi 55 tahun di Indonesia. Dia melihat Vale baru agresif melakukan hilirisasi ketika harga nikel melambung seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
"Kan mesti dia percaya sama Indonesia dari dulu dong hilirisasi, kenapa baru sekarang, kan itu sama. Itulah yang ditekankan kepada Freeport juga kemarin, salah satu perpanjangannya harus ada yang namanya membangun smelter, kenapa nggak 30 tahun yang lalu," katanya.
"Artinya ya kembali ini policy dari pemerintah yang melakukan hilirisasi daripada sumber daya alam dimana menjadi industrialisasinya, posisinya begitu saya," tambahnya.