Senin 03 Jul 2023 16:32 WIB

Pakan Mahal Jadi Akar Masalah Harga Ayam Potong Meroket

Harga pakan yang meroket membuat biaya pokok produksi peternak.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Peternak memberikan pakan ayam broiler di Dzeta Farm, Desa Margaluyu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023).
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Peternak memberikan pakan ayam broiler di Dzeta Farm, Desa Margaluyu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peternak enggan disalahkan pada fenomena kenaikan harga ayam potong saat ini. Sebab, harga pakan yang meroket membuat biaya pokok produksi para peternak terimpit. Bahkan, tak sedikit peternak yang meraup untung.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Muchlis Wahyudi menjelaskan, akar masalah dari harga ayam potong yang tinggi karena harga pakan yang mahal. Saat ini jagung yang merupakan komponen utama dari pakan bisa mencapai Rp 6.100 per kilogram.

Baca Juga

"Sejak dua bulan terakhir, harga pakan itu naik sampai 30 persen. Saat ini jika ditotal harga pakan itu mencapai Rp 9.500 per kilogram," ujar Muchlis kepada Republika, Senin (3/7/2023).

Harga jagung yang meroket memengaruhi komponen pakan ternak. Jagung mengambil porsi 60 persen dari bahan baku pakan ternak. Sedangkan, jika menyubstitusi jagung pun tidak akan mampu menekan harga pakan.

"Karena kalau pakai gandum ataupun sorgum ya memang sudah pakai itu juga untuk campuran. Memang mestinya pemerintah segera melakukan cara agar jagung ini bisa turun harganya," kata Muchlis.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni mengatakan, saat ini biaya pokok produksi para peternak sebesar Rp 21.000 hingga Rp 22.000 per kilogram. Sedangkan, produksi peternak saat ini sebesar 62 juta ekor ayam per pekan. Persoalan juga semakin kompleks dengan permintaan nasional yang hanya 56 juta ekor per pekan.

"Sedangkan, produksi live bird saat ini sangat melimpah, tetapi pakan mahal. Jadi, di hulu mengalami kelebihan produksi, tapi dengan ongkos produksi yang juga tinggi," ujar Pardjuni.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement