Senin 26 Jun 2023 13:58 WIB

BPDPKS Sudah Gelontorkan Rp 7,7 Triliun untuk Remajakan Lahan Sawit

Realisasi peremajaan sawit rakyat hingga Mei 2023 baru mencapai 282.409 hektare.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Perkebunan sawit (ilustrasi).
Foto: republika/joko sadewo
Perkebunan sawit (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat total dana yang digelontorkan untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mencapai Rp 7,78 triliun hingga Mei 2023. Meski demikian, total luasan perkebunan yang diremajakan masih jauh dari target pemerintah. 

Direktur Utama BPDPK Eddy Abdurrachman mencatat, total realisasi PSR hingga bulan yang sama baru mencapai 282.409 hektare. Realisasi PSR yang tercatat tersebar di 21 provinsi dan melibatkan sekitar lebih dari 124 ribu pekebun sawit. 

Baca Juga

"Dana-dana yang kita himpun didistribusikan untuk membiayai beberapa program, seperti PSR. Ini untuk remajakan tanaman sawit yang sudah dianggap tidak produktif," kata Eddy di Jakarta, Senin (26/6/2023).

Meski demikian, realisasi PSR masih jauh dari harapan. Sebab, pemerintah telah menargetkan periode 2017-2023 540 ribu hektare harus diremajakan demi meningkatkan produktivitas dengan realisasi per tahun sedikitnya 180 ribu hektare. 

Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung, menuturkan, persoalan utama yang menghambat PSR lantaran kebun sawit yang akan diremajakan ternyata diakui oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) sebagai kawasan hutan.

Ia mencatat, sekitar 84 persen petani sawit yang mengajukan PSR gagal karena kebun yang dikelola masuk dalam kawasan hutan. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, lanjut Gulat, lahan perkebunan sawit yang sudah ada sebelum 2020 dapat diakui sebagai lahan perkebunan.

"Kemudian undang-undang turunannya mengatakan untuk luasan lima hektare ke bawah dikuasai lima tahun berturut-turut itu langsung dapat HPL (hak pengelolaan). Ini kan cocok dengan replanting. PSR ini tidak merambah hutan tapi meremajakan kebun yang existing (sudah ada) sesuai Undang Undang Cipta Kerja," kata Gulat, beberapa waktu lalu. 

Gulat pun mengungkapkan, akibat ego sektoral antar kementerian ihwal status lahan tersebut, program PSR seperti jalan di tempat. Petani-petani yang gagal melakukan PSR mau tak mau bertahan dengan tanaman tua yang dimiliki dengan produktivitas rendah.

Sejauh ini, tercatat rata-rata produktivitas sawit nasional hanya berkisar tiga sampai empat ton per hektare. Padahal, Presiden Joko Widodo telah menegaskan secara langsung tanaman sawit milik petani harus diremajakan agar produktivitasnya dapat ditingkatkan.

"Sekarang sudah tidak ada lagi hutan yang ditanami sawit, sudah existing. Sebenarnya yang terjadi adalah (seperti) kawasan hutan masuk ke lahan perkebunan sawit tertanam. Kita sepakat tidak membuka hutan tapi faktanya kami dianggap menguasai kaswasan hutan yang tidak berhutan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement