Jumat 23 Jun 2023 08:01 WIB

Ekonomi Menantang Saat Tahun Politik, Indonesia Diminta Perkuat Ekspor

Banyak negara masih dalam proses pemulihan pascapandemi Covid-19.

Rep: Novita Intan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja beraktivitas di dekat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja beraktivitas di dekat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Periode tahun politik menjadi salah satu tantangan bagi Indonesia. Tak hanya itu, ekonomi global yang masih bergejolak juga masih menjadi ketidakpastian bagi kondisi ekonomi di Tanah Air.

Chief APAC Economist Economic Solutions Moody’s Analytics, Steve Cochrane, mengatakan saat ini banyak negara masih merasakan dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi Covid-19, meskipun sedang dalam proses pemulihan. Ketegangan politik yang sedang terjadi di beberapa negara juga ikut memicu instabilitas ekonomi dunia.

Baca Juga

“Meskipun negara-negara di Amerika dan Eropa sebagian masih menghadapi tantangan ekonomi, negara-negara di Asia Tenggara justru saat ini sedang dalam masa ekspansi. Salah satunya Indonesia yang saat ini dalam masa melakukan ekspansi bisnis dan diprediksi ekonomi indonesia akan semakin kuat pada tahun depan,” ujarnya dalam keterangan tulis, Jumat (23/6/2023).

Steve menyebut terdapat resiliensi ekonomi negara-negara Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia memiliki permintaan domestik yang kuat, kebijakan ekonomi Indonesia yang suportif, dan pertumbuhan produk domestik bruto yang stabil.

Sementara itu, Direktur Global Industry Practice Group Moody’s Analytic, Yasman Moghaddam, menambahkan tantangan ekonomi selanjutnya yakni perubahan iklim. Hal ini memiliki dampak yang lebih luas dan signifikan bagi ekonomi negara-negara di dunia setelah gelombang pandemi Covid-19.

Dampak tersebut dapat dibagi menjadi dua, yakni risiko fisik yang dipicu oleh cuaca ekstrem dan risiko transisi yang dipicu oleh kebijakan, teknologi, dan preferensi konsumen. 

“Kedua risiko tersebut pada akhirnya akan memberikan tantangan terhadap stabilitas bisnis dan ekonomi,” ucapnya.

Menurut dia, saat ini peran lembaga pembiayaan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dalam menerapkan environmental, social, and governance (ESG) dalam kegiatan bisnis para pelaku usaha, khususnya eksportir. 

“Perubahan iklim tidak hanya terjadi saat ini, namun dapat merefleksikan bagaimana masa depan kita dalam 20 tahun mendatang,” ucapnya.

Anggota Dewan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Felia Salim, menambahkan sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan, LPEI berkomitmen memperkuat mandat dengan mempertimbangkan prinsip ESG.

LPEI berpegang pada prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

“Perlahan namun pasti, LPEI sedang menyelaraskan kebijakan dan pedoman ESG ke dalam mandat lembaga dalam rangka mendorong ekspor nasional yang beyond financing, berkelanjutan, dan menciptakan developmental impact,” ucapnya.

Melalui ESG kelembagaan, LPEI mendorong terciptanya kegiatan operasional yang ramah lingkungan melalui green office, save energy, dan green carbon footprint. Dari aspek ESG kegiatan usaha, LPEI memberikan edukasi kepada para nasabah tentang pentingnya penerapan ESG dan pengaruh perubahan iklim terhadap keberlangsungan bisnis mereka.

Selain itu, LPEI juga memperhatikan manfaat ganda yang diciptakan terhadap ekonomi, masyarakat dan lingkungan dari pengembangan kapasitas yang dilakukan kepada para pelaku usaha di Indonesia salah satunya melalui program Desa Devisa.

"Tentunya kami akan proaktif dalam implementasi prinsip ESG. LPEI akan turut berperan menjadi salah satu lembaga dalam implementasi ESG untuk mendukung ekosistem ekspor berkelanjutan," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement