Rabu 21 Jun 2023 09:46 WIB

Harga Minyak Jatuh Akibat Kekhawatiran Prospek Permintaan

Minyak terkunci pada apa saja dan segala sesuatu yang berkaitan dengan China.

Instalasi minyak di kilang di Lagos, Nigeria, Senin, 22 Mei 2023.
Foto: AP Photo/Sunday Alamba
Instalasi minyak di kilang di Lagos, Nigeria, Senin, 22 Mei 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah berjangka jatuh pada akhir perdagangan Selasa (Rabu 21/6/2023 pagi WIB), di tengah kekhawatiran prospek permintaan minyak yang lebih lambat di China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, dan kekecewaan dengan besarnya pemotongan suku bunga pinjaman utama China.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli terpangkas 1,28 dolar AS atau 1,78 persen, menjadi menetap di 70,50 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, hari terakhirnya untuk kontrak bulan depan AS.

Baca Juga

Kontrak WTI yang lebih aktif untuk pengiriman Agustus, yang akan segera menjadi bulan depan AS, turun sekitar 1,0 persen menjadi 71,93 dolar AS per barel.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus merosot 0,71 dolar AS atau 0,93 persen, menjadi ditutup pada 75,90 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

"Minyak terkunci pada apa saja dan segala sesuatu yang berkaitan dengan China. Pekan ini, pedagang energi melihat pelemahan minyak muncul karena upaya stimulus yang mengecewakan," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.

Harga minyak mundur karena kekhawatiran baru atas permintaan pada Selasa (20/6/2023), setelah mencatat pertumbuhan substansial dalam dua sesi sebelumnya karena ekspektasi kebijakan stimulus dari China.

Minyak WTI mundur karena para pedagang bereaksi terhadap keputusan China untuk memangkas suku bunga jangka panjang, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.

Meskipun pemotongan suku bunga pinjaman 5 tahun China dari 4,3 persen menjadi 4,2 persen sejalan dengan ekspektasi analis, para pedagang ingin melihat pemotongan yang lebih agresif, menurut Zernov.

Pertumbuhan China akan terus membaik dan negara tersebut mungkin memiliki beberapa stimulus yang akan membantu mengembalikan sisi permintaan pada paruh kedua tahun ini, kata Mark Haefele, kepala investasi di UBS Global Wealth Management di pertemuan virtual meja bundar media pada Selasa (20/6/2023).

"Jika ekonomi global, selain China, terus bertahan lebih baik dari yang diperkirakan, itu juga akan mendukung permintaan hingga paruh kedua tahun ini," kata Haefele kepada Xinhua.

Kelemahan harga minyak baru-baru ini memberikan peluang untuk menambah posisi tertentu dan UBS memiliki sikap yang paling disukai pada minyak dan emas, kata UBS dalam laporan prospek pertengahan tahun untuk paruh kedua tahun 2023 yang dikeluarkan pada Selasa (20/6/2023).

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement