Selasa 20 Jun 2023 15:53 WIB

UU P2SK, Menjawab Tantangan Sektor Keuangan

Keberadaan UU P2SK menjadi salah satu tonggak reformasi sektor keuangan di Indonesia.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dipastikan dapat menguatkan aspek kelembagaan dari otoritas pengawasan keuangan.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dipastikan dapat menguatkan aspek kelembagaan dari otoritas pengawasan keuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH RAHAYU SUBEKTI

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dipastikan dapat menguatkan aspek kelembagaan dari otoritas pengawasan keuangan. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa melihat keberadaan UU P2SK akan menjadi salah satu tonggak reformasi sektor keuangan di Indonesia.

Baca Juga

"Ini akan menjawab beberapa hal yang selama ini masih menjadi tantangan bagi sektor keuangan kita seperti masalah literasi keuangan," kata Purbaya dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (20/6/2023).

Dia menjelaskan, permasalahan tersebut meliputi adanya ketimpangan akses keuangan, perlindungan investor dan konsumen, hingga kebutuhan atas penguatan kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan. Purbaya meyakini, keberadaan UU P2SK tersebut memiliki urgensi yang tinggi untuk segera diimplementasikan.

 

Tak hanya itu, Purbaya menilai, UU P2SK juga memperkuat arah koordinasi antar otoritas yang terlibat di dalam sektor keuangan. "Ini menguatkan koordinasi Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan LPS yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)," ujar Purbaya.

Untuk itu, Purbaya menekankan, LPS menyambut baik adanya beberapa perubahan pengaturan tersebut. Hal itu termasuk adanya mandat baru yang diberikan kepada LPS.

"LPS akan berkomitmen penuh untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya guna mengemban amanah baru yang diberikan kepada kami," ujar Purbaya.

Penguatan Kewenangan

Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih menjelaskan, pengaturan UU P2SK terjadi sejak perubahan UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS. Lana mengungkapkan, perubahan kelembagaan tersebut, yaitu LPS sama dengan Dewan Komisioner (DK), pembidangan tugas DK, dan pembentukan Badan Supervisi LPS serta Anggota Dewan Komisioner yang dipilih DPR yang diusulkan presiden.

Lana menegaskan, terdapat penguatan dan penambahan kewenangan LPS, yaitu pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi. Begitu juga dengan penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), Pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP), dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan, dan UU Pasar Modal.

Lana menilai, keberadaan UU tersebut jelas akan memberikan banyak pengaruh dan penyesuaian pada visi-misi juga penguatan SDM. "Termasuk regulasi, infrastruktur dan sistem IT sebagai bagian transformasi selama masa transisi dan mudah-mudahan terus dinamis lima tahun ke depan," kata Lana.

Fungsi LPS berdasarkan UU P2SK tersebut adalah menjamin simpanan, menjamin polis, turut aktif memelihara Stabilitas Sistem Keuangan, dan melakukan resolusi bank juga likuidasi perusahaan asuransi. Lana mengatakan, awareness kepada nasabah dan masyarakat luas perlu terus ditanamkan.

Rencana resolusi

Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono UU P2SK juga memiliki mandat mengenai resolusi bank. Khususnya dalam alur penanganan dan Penyelesaian Bank sesuai UU P2SK, yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan, dan bank dalam resolusi.

"Rencana resolusi ini semua bank wajib membuat resolution plan," ujar Didik.

Untuk bank yang belum ada resolusi, Didik menegaskan, LPS akan terus melakukan sosialiasi untuk penyusunannya. Didik menuturkan, hal tersebut perlu dilakukan bank untuk memastikan tidak ada masalah yang berlarut.

"Ini untuk mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal. Jadi pendekatan kita adalah dalam usaha penyehatan," kata Didik.

Meningkatkan literasi

Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adi Budiarso mengatakan, penerapan UU P2SK dapat meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Saat ini, literasi keuangan masyarakat baru mencapai 49,68 persen.

"Literasi sektor pasar modal masih berada di bawah literasi sektor perbankan, apalagi literasi asuransi dan dana pensiun, masih banyak masyarakat yang tidak sadar pentingnya menabung dan perlindungan pada hari tua," kata Adi dalam webinar B-Universe Economic Outlook 2023 di Jakarta.

Saat ini tabungan masyarakat di berbagai instrumen seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan dana pensiun baru mencapai sekitar tujuh persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut lebih rendah dari tabungan masyarakat di Malaysia yang mencapai 60 persen dari PDB.

Adi menilai, sektor keuangan Indonesia juga masih berpotensi diperdalam untuk dijadikan investasi yang akan menopang pertumbuhan ekonomi. Adi mengatakan ke depan tabungan masyarakat perlu diperbesar dari tiga persen dari take home pay menjadi 15 persen.

"Itu kekuatan asuransi dan pensiun kita untuk mendorong penguatan sektor keuangan yang solid dan berkelanjutan guna menciptakan kesejahteraan, perlindungan, penciptaan lapangan kerja, dan pembiayaan yang berkelanjutan," kata Adi.

Dengan demikian, UU P2SK dipastikan akan memperkuat sektor keuangan Indonesia, termasuk asuransi. Pengawasan akan diperkuat hingga pada akhirnya semua tantangan dapat dilalui dan meningkatkan kualitas sektor keuangan Indonesia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement