Rabu 31 May 2023 11:31 WIB

RI Tegaskan Tolak Diskriminasi Sawit dalam EUDR di Depan NGO Uni Eropa

Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan nasional.

Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan penolakan serius kepada Uni Eropa atas tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit melalui EU Deforestation- Free Regulation (EUDR).
Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan penolakan serius kepada Uni Eropa atas tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit melalui EU Deforestation- Free Regulation (EUDR).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan penolakan serius kepada Uni Eropa atas tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit melalui EU Deforestation- Free Regulation (EUDR). Ini disampaikan dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Non-Pemerintah (NGOs) dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSOs).

"Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit," kata Airlangga di Brussels, Belgia, sebagaimana keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Baca Juga

Kebijakan EUDR, menurut Airlangga, seperti mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan, perjanjian, dan konvensi multilateral, seperti Paris Agreement.

"Negara anggota CPOPC (Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit) secara ketat sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan. Bahkan, level deforestasi di Indonesia turun 75 persen pada periode 2019-2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84 persen," kata Airlangga.

Airlangga meminta pengakuan dan pemahaman dari berbagai pihak di Uni Eropa atas apa yang telah dilakukan negara produsen minyak kelapa sawit dalam melakukan produksi secara berkelanjutan. "Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima," kata Airlangga.

Dia juga menyerukan dan meminta CSOs dan NGOs di Eropa untuk bersama-sama secara aktif bersuara dan mempromosikan minyak sawit dalam skema yang obyektif, transparan, tidak diskriminatif, serta didukung oleh data dan informasi yang akurat, terbaru, dan tepercaya.

"Komitmen Indonesia untuk memproduksi minyak sawit yang memenuhi persyaratan keberlanjutan serta cara kami menyelesaikan berbagai isu terkait deforestasi, perubahan iklim telah diketahui dan dijadikan contoh oleh berbagai organisasi internasional dan multilateral," kata Airlangga.

Kampanye No Palm Oil, menurut Airlangga, perlu dilawan dan peran dari CSO dan NGO untuk melawan kampanye negatif ini harus terus-menerus dilakukan secara konsisten.

Di kesempatan yang sama, Deputy Perdana Menteri- Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Dato' Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof, juga menegaskan akan terus mendukung upaya penanganan perubahan iklim dan penurunan deforestasi. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement