Jumat 19 May 2023 17:18 WIB

Saingi Bursa Rotterdam, Bappebti akan Buat Bursa Sawit Khusus Acuan Ekspor

Tercatat, rata-rata produksi CPO nasional per tahun sekitar 50 juta ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara. Bursa komoditas sawit yang tengah dirancang sebagai acuan harga minyak sawit (CPO) Indonesia bakal dikhususkan untuk ekspor.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara. Bursa komoditas sawit yang tengah dirancang sebagai acuan harga minyak sawit (CPO) Indonesia bakal dikhususkan untuk ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa komoditas sawit yang tengah dirancang sebagai acuan harga minyak sawit (CPO) Indonesia bakal dikhususkan untuk ekspor. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memastikan dasar regulasi pembentukan bursa sawit akan selesai pada Juni 2023 dan siap diluncurkan.

"Jadi, yang wajib masuk bursa sawit adalah CPO yang diekspor yaitu dengan kode HS 15.111.000. Harga dalam negeri tidak kami masukkan ke bursa dengan berbagai pertimbangan," kata Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Baca Juga

Tercatat, rata-rata produksi CPO nasional per tahun sekitar 50 juta ton. Didid menuturkan, volume yang diekspor setahun sekitar 30 juta ton.

"Dari 30 juta ton itu, yang masuk kode HS 15.111.000 itu hanya sekitar 9,75 persen atau mendekati 3 juta ton, inilah yang akan kami wajibkan untuk ekspornya nanti melalui bursa," ujarnya.

Namun, ia menegaskan, untuk bisa melakukan ekspor melalui bursa, setiap pelaku usaha tetap harus menjalani kewajiban domestic market obligation (DMO). Kebijakan itu untuk memastikan agar pasokan minyak sawit untuk kebutuhan minyak goreng tetap terpenuhi.

Meski dasar regulasi bursa sawit bakal rampung bulan depan, Didid menuturkan bukan berarti harga acuan ekspor CPO Indonesia langsung terbentuk. Dibutuhkan waktu untuk proses pembentukan harga yang muncul dari transaksi penawaran dalam bursa.

"Harapannya, kalau sudah masuk bursa tentu kita harapkan terjadi transparansi harga karena di sana akan bertemu banyak pembeli dan penjual dan akan terjadi harga patokan ekspor yang selama ini mengacu ke bursa Rotterdam," kata dia.

Didid melanjutkan, harga yang terbentuk di dalam bursa merupakan harga murni sebelum pajak seperti bea keluar dan pungutan ekspor. Soal lembaga pengelola bursa, Didid menjelaskan hingga saat ini belum ditentukan. Sejauh ini Indonesia telah memiliki Bursa Berjangka Jakarta (JFX) dan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX).

"Bursanya akan ditetapkan setelah Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) jadi. Satu bursa akan eksklusif untuk satu komoditas, kami akan dorong yang siap," kata Didid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement