Rabu 15 Mar 2023 10:20 WIB

Minyak di Asia Rebound Terkerek Prospek Permintaan China

Meski permintaan dari China naik, tapi permintaan global tetap di level stabil.

Ilustrasi kilang minyak. Harga minyak naik kembali pada awal perdagangan Asia pada Rabu (15/3/2023) pulih dari penurunan hari sebelumnya, karena prospek OPEC yang lebih kuat atas permintaan China membantu mengimbangi sentimen investor global yang bearish setelah kegagalan bank AS baru-baru ini.
Foto: Reuters/Shamil Zhumatov
Ilustrasi kilang minyak. Harga minyak naik kembali pada awal perdagangan Asia pada Rabu (15/3/2023) pulih dari penurunan hari sebelumnya, karena prospek OPEC yang lebih kuat atas permintaan China membantu mengimbangi sentimen investor global yang bearish setelah kegagalan bank AS baru-baru ini.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Harga minyak naik kembali pada awal perdagangan Asia pada Rabu (15/3/2023) pulih dari penurunan hari sebelumnya, karena prospek OPEC yang lebih kuat atas permintaan China membantu mengimbangi sentimen investor global yang bearish setelah kegagalan bank AS baru-baru ini.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 62 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 78,07 dolar AS per barel pada pukul 00.58 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 70 sen atau 1,0 persen, menjadi diperdagangkan di 72,03 dolar AS per barel. Pada Selasa (14/3/2023), kedua harga acuan minyak anjlok lebih dari empat persen ke level terendah tiga bulan.

Baca Juga

"Pasar minyak telah bangkit kembali dengan sendirinya setelah penurunan tajam baru-baru ini," kata Toshitaka Tazawa, Seorang Analis di Fujitomi Securities Co Ltd, menambahkan beberapa investor telah memanfaatkan penurunan tersebut untuk berburu barang murah.

"Peningkatan OPEC dalam prospek permintaan minyak China juga memberikan dukungan, meskipun investor masih khawatir atas krisis keuangan yang mengalir setelah keruntuhan bank-bank AS baru-baru ini," kata Tazawa. 

Ia mencatat bahwa apakah WTI dapat bertahan di atas 70 dolar AS per barel sedang diawasi dengan ketat.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Selasa (14/3/2023) lebih lanjut menaikkan perkiraannya untuk pertumbuhan permintaan minyak China pada 2023 karena pelonggaran pembatasan Covid-19 negara tersebut, meskipun hal itu membuat total permintaan global tetap stabil, mengutip potensi risiko penurunan untuk pertumbuhan dunia.

Kegagalan Silicon Valley Bank dan Signature Bank memicu kekhawatiran tentang risiko bank lain akibat kenaikan tajam suku bunga Federal Reserve AS selama setahun terakhir. Itu juga memicu spekulasi tentang apakah bank sentral dapat memperlambat laju pengetatan moneternya.

Pada Selasa (14/3/2023), data inflasi AS sejalan dengan ekspektasi, memperkuat taruhan pada kenaikan suku bunga yang lebih kecil oleh Fed pada pertemuan minggu depan. Sementara itu, persediaan minyak mentah AS naik sekitar 1,2 juta barel dalam pekan yang berakhir 10 Maret, sementara stok bahan bakar turun, menurut sumber pasar mengutip angka American Petroleum Institute (API) pada Selasa (14/3/2023).

Di sisi pasokan, menteri energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan kepada Energy Intelligence dalam sebuah wawancara pada Selasa (14/3/2023) bahwa aliansi OPEC+ -- OPEC dan produsen minyak sekutu termasuk Rusia -- akan tetap berpegang pada pengurangan produksi yang disepakati pada Oktober hingga akhir tahun.TOKYO -- Harga minyak naik kembali pada awal perdagangan Asia pada Rabu (15/3/2023) pulih dari penurunan hari sebelumnya, karena prospek OPEC yang lebih kuat atas permintaan China membantu mengimbangi sentimen investor global yang bearish setelah kegagalan bank AS baru-baru ini.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 62 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 78,07 dolar AS per barel pada pukul 00.58 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 70 sen atau 1,0 persen, menjadi diperdagangkan di 72,03 dolar AS per barel. Pada Selasa (14/3/2023), kedua harga acuan minyak anjlok lebih dari empat persen ke level terendah tiga bulan.

"Pasar minyak telah bangkit kembali dengan sendirinya setelah penurunan tajam baru-baru ini," kata Toshitaka Tazawa, Seorang Analis di Fujitomi Securities Co Ltd, menambahkan beberapa investor telah memanfaatkan penurunan tersebut untuk berburu barang murah.

"Peningkatan OPEC dalam prospek permintaan minyak China juga memberikan dukungan, meskipun investor masih khawatir atas krisis keuangan yang mengalir setelah keruntuhan bank-bank AS baru-baru ini," kata Tazawa. 

Ia mencatat bahwa apakah WTI dapat bertahan di atas 70 dolar AS per barel sedang diawasi dengan ketat.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Selasa (14/3/2023) lebih lanjut menaikkan perkiraannya untuk pertumbuhan permintaan minyak China pada 2023 karena pelonggaran pembatasan Covid-19 negara tersebut, meskipun hal itu membuat total permintaan global tetap stabil, mengutip potensi risiko penurunan untuk pertumbuhan dunia.

Kegagalan Silicon Valley Bank dan Signature Bank memicu kekhawatiran tentang risiko bank lain akibat kenaikan tajam suku bunga Federal Reserve AS selama setahun terakhir. Itu juga memicu spekulasi tentang apakah bank sentral dapat memperlambat laju pengetatan moneternya.

Pada Selasa (14/3/2023), data inflasi AS sejalan dengan ekspektasi, memperkuat taruhan pada kenaikan suku bunga yang lebih kecil oleh Fed pada pertemuan minggu depan. Sementara itu, persediaan minyak mentah AS naik sekitar 1,2 juta barel dalam pekan yang berakhir 10 Maret, sementara stok bahan bakar turun, menurut sumber pasar mengutip angka American Petroleum Institute (API) pada Selasa (14/3/2023).

Di sisi pasokan, menteri energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan kepada Energy Intelligence dalam sebuah wawancara pada Selasa (14/3/2023) bahwa aliansi OPEC+ -- OPEC dan produsen minyak sekutu termasuk Rusia -- akan tetap berpegang pada pengurangan produksi yang disepakati pada Oktober hingga akhir tahun.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement