REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Kementerian BUMN dan seluruh BUMN telah berupaya keras mewujudkan transformasi BUMN secara menyeluruh dalam tiga tahun terakhir. Erick bersyukur transformasi membawa kinerja BUMN mengalami peningkatan yang signifikan.
"Untuk kali pertama sepanjang sejarah, Kementerian BUMN punya laporan keuangan BUMN secara konsolidasi. Laba BUMN sepanjang 2021 sebesar Rp 124,7 triliun, pada 2022 angkanya meningkat menjadi Rp 155 triliun, untuk 2022 sendiri tembus hingga Rp 303,7 triliun, ini masih unaudited," ujar Erick dalam orasi ilmiahnya saat menerima penganugerahan Doktor Honoris Causa bidang Manajemen Strategis pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur (Jatim), Jumat (3/3/2023).
Erick menegaskan kebijakan BUMN hari ini dan ke depan sebagai mission economy yang berarti beyond BUMN. Bagi Erick, BUMN bukan hanya korporasi biasa yang menghasilkan laba, melainkan juga sebagai pencipta nilai dan yang terpenting menjadi lokomotif kepentingan nasional dalam era globalisasi.
"Apa yang kita kerjakan, bukan hanya sesuai dengan harapan nasional, tapi telah masuk dalam standar global. Kebijakan transformasi BUMN kita laksanakan dalam konsep teori kebijakan publik bahwa ada kepentingan nasional di balik setiap kebijakan publik Indonesia," ucap pria kelahiran Jakarta itu.
Erick menyampaikan paradigma perusahaan milik negara di seluruh dunia sudah berubah, terutama setelah BUMN-BUMN raksasa China dan Singapura menjadi korporasi multinasional dengan manajemen yang profesional. Menurut Erick, kepemilikan negara bukan berarti tidak mungkin menjadi profesional.
"Privatisasi tetap penting, tetapi bukan panasea lagi. Pertanyaannya, haruskah kita takut kembalinya kapitalisme negara ini akan mengembalikan praktik-praktik BUMN besar yang tidak efisien yang diprivatisasi negara-negara selama 1980-an dan 1990-an?," tanya Erick.
Erick mengatakan, peran BUMN telah ada selama lebih dari seratus tahun dalam perekonomian pasar di dunia dan menjadi bagian penting dalam gelombang besar pertama globalisasi. Erick mencontohkan, lima dari sepuluh perusahaan terbesar dunia versi majalah ekonomi terkemuka Amerika Serikat (AS) adalah perusahaan-perusahaan negara yang dikelola secara profesional.
"Bahkan, pada 2022 untuk pertama kalinya, total pendapatan dari perusahaan-perusahaan China yang ada di daftar Global 500 melampaui total pendapatan dari perusahaan-perusahaan AS," kata Erick.