Selasa 28 Feb 2023 21:21 WIB

Bapanas Luncurkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

Peta ketahanan pangan akan dijadikan acuan penentuan kebijakan pangan nasional

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Gita Amanda
Badan Pangan Nasional (Bapanas) meluncurkan Peta Ketahanan dan Kerentangan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA).
Foto: Dok Kementan
Badan Pangan Nasional (Bapanas) meluncurkan Peta Ketahanan dan Kerentangan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Badan Pangan Nasional (Bapanas) meluncurkan Peta Ketahanan dan Kerentangan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA). Dalam peta tersebut terdapat 74 Kabupaten dan Kota di 14 Provinsi di Indonesia yang tercatat sebagai daerah rawan pangan.

Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edy mengatakan, peta ini dapat diakses oleh Pemerintah Daerah. “Bapanas telah melakukan peluncuran bersama FSVA dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) dan pemberian apreasiasi PPH 2022 kepada sejumlah provinsi yang berprestasi dan sejumlah kabupaten kota yang berprestasi,” ujarnya usai peluncuran di IPB International Convention Center, Selasa (28/2/2023).

Baca Juga

Di samping itu, Bapanas memberikan apreasiasi kepada masing-masing tiga kabupaten, kota, dan provinsi yang memiliki indeks ketahanan pangan (IKP) terbaik sejak 2018 hingga 2022. Sarwo Edy menyebutkan, provinsi dengan IKP terbaik yaitu, Bali, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, kemudian Kabupaten terbaik Tabanan, Badung dan Gianyar, sementara kota terbaik Balikpapan, Denpasar, dan Salatiga.

Sarwo Edy menerangkan, FSVA dan skor PPH merupakan bagian dari sistem informasi pangan dan gizi yang sangat penting bagi pusat dan daerah. Serta menjadi indikator kinerja pembangunan pangan nasional dan daerah, sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan.

Kemudian, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2012 bahwa pangan adalah urusan wajib yang harus difokuskan penyelesaiannya, baik di tingkat pusat maupun daerah. Bapanas, kata Sarwo Edy, berperan dalam penyedia, dalam penyusunan, sistem informasi pangan dan gizi, termasuk FSVA dan skor PPH.

Sehingga, kata Sarwo Edy, peluncuran FSVA dan skor PPH bertujuan menyosialisasikan hasil dari pemetaan dan skor yang dihasilkan kepada seluruh pihak dan stakeholder terkait. Sehingga dapat dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan, dalam upaya membangun sistem pangan nasional yang adaptif, tangguh dan berkelanjutan.

“Tentunya saya mengapresiasi kepada provinsi dan kabupaten, kota yang sudah berprestasi dan sudah mendapatkan penghargaan pada acara ini,” ujarnya.

Ia menjelaskan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, tentang pangan, sistem pangan dan gizi harus mulai diintegrasikan. Serta memiliki peran strategis dalam perencanaan, pemantauan yang sejalan dengan kebijakan tata kelola pangan nasional.

Jadi, kata dia, sesuai dengan tugasnya, Bapanas harus bisa memastikan bagaimana bisa menjamin ketersediaan pangan nasional, menjamin keamanan pangan, dan bisa menjamin kemanfaatan pangan.

“Tentunya banyak hal-hal yang harus kita lakukan, termasuk di dalamnya bagaimana kita dapat memetaan daerah-daerah rawan pangan dan secara bertahap akan kita selesaikan, sehingga daerah-daerah rawan pangan itu, secara bertahap bisa kembali ke daerah-daerah yang normal pangan,” ujarnya.

Sarwo Edy menjelaskan untuk menangani itu, Bapanas melakukan program kegiatan penganekaragam pangan. Hal itu karena IKP tidak terpisahkan dari FSVA, yang merupakan indeks yang disusun dengan tujuan untuk mengevaluasi capaian pangan dan gizi di wilayah kabupaten, kota dan provinsi.

Oleh karena itu, lanjut dia, Bapanas melakukan pembinaan terhadap UMKM untuk melakukan industri pangan. Mengolah dari bahan baku yang banyak tumbuh di Indonesia dan jadi bahan pangan alternatif, pengganti nasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement