REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaya hidup mewah dari pegawai-pegawai Ditjen Pajak kembali disorot. Kali ini, dipicu kelakukan anak pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, Mario Dandy Satrio, yang kerap pamer barang-barang mewah di media sosial. Tak lama Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyindir pejabat pajak yang gemar pamer motor gede.
Sosiolog UGM, Andreas Budi Widyanta menilai, gaya hidup mewah yang ditunjukkan para pejabat pajak tersebut seperti fenomena gunung es. Sebab, praktek-praktek serupa diduga masih terjadi di kalangan pejabat lainnya.
"Ini seperti fenomena gunung es, yang kelihatan baru puncaknya saja sementara di bawah lautan jumlahnya banyak dan belum teridentifikasi. Inilah yang menyebabkan kenapa ketimpangan ekonomi bangsa menganga lebar," kata Andreas, Selasa (28/2).
Andreas menuturkan, saat ini gaya hidup memposisikan aspek-aspek materialisme sebagai penanda seseorang memiliki gaya hidup lebih dari yang lain kian terlihat jelas. Dengan begitu penumpukan basis material menjadi bagian dari eksistensi.
Terutama, bagi seseorang untuk menunjukkan kepada dunia kalau kelas sosial elit berbeda dengan kebanyakan orang. Bahkan, tidak sedikit yang akhirnya malah masuk ke perangkap besar liberalisasi ekonomi, konsumerisme dan gaya hidup elit.
Ia mengingatkan, gaya hidup semacam itu membawa dampak berat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain tidak memiliki kepekaan, ada begitu banyak orang yang menghabiskan sumber keuangan negara dengan perlombaan gaya hidup seperti itu.
"Apalagi, itu pejabat publik, seharusnya lebih bersahaja," ujar Andreas.
Dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM ini menyebutkan, praktek gaya hidup yang kompetitif dan berlomba mengejar kelas elit yang diglorifikasi tanpa disadari telah mengkhianati kehidupan bersama. Terutama, sebagai sesama warga negara.
Menurut Andreas, kondisi itu menjadi bentuk pengkhianatan solidaritas hidup bersama sebagai bangsa-negara. Saat ini, ia menyarankan, pemerintah perlu melakukan pembenahan melalui revolusi mental kepada pejabat-pejabat publik.
Terutama, lanjut Andreas, pejabat-pejabat publik yang memang terkait dengan keuangan seperti di Kementerian Keuangan. Selain itu, ia menambahkan, sangat perlu didukung transparansi yang kuat terhadap pengelolaan keuangan negara.
"Ada kemerosotan moral pejabat publik kita, sehingga perlu segera dilakukan tindakan revolusi mental," kata Andreas.