Senin 27 Feb 2023 20:59 WIB

SPI: Harga Batas Atas Gabah Bisa Bikin Petani Bangkrut

Harga gabah kering panen hari ini turun sampai Rp 3.500 per kg dari Rp Rp 5.600

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Petani merontokkan padi saat musim panen di Desa Imbanagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu (1/2/2023). Harga gabah kering di tingkat petani mengalami kenaikan dari Rp500 ribu menjadi Rp 620.000 per kuintal akibat dua kali musim panen mengalami kegagalan yang disebabkan hama wereng dan tikus.
Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Petani merontokkan padi saat musim panen di Desa Imbanagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu (1/2/2023). Harga gabah kering di tingkat petani mengalami kenaikan dari Rp500 ribu menjadi Rp 620.000 per kuintal akibat dua kali musim panen mengalami kegagalan yang disebabkan hama wereng dan tikus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebut, kesepakatan harga batas antara Badan Pangan Nasional bersama Bulog dan sejumlah perusahaan penggilingan padi telah memberikan dampak terhadap penurunan harga gabah. Kesepakatan harga batas atas gabah di sampaikan pada 20 Februari 2023 lalu dan baru diterapkan mulai hari ini, Senin (27/2/2023).

Ketua Umum SPI, menyampaikan, laporan dari Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Mojokerto di Jawa Timur, harga gabah kering panen (GKP) hari ini ada yang sampai Rp 3.500 per kg dari yang sebelumnya Rp 5.600 per kg sebelum dikeluarkannya pengumuman tersebut.

Baca Juga

"Petani bangkrut sebangkrut-bangkrutnya, apalagi ini di Jawa Timur sudah mulai 50 persen panen raya," kata Ketua Umum SPI, Henry Saragih dalam pernyataan resminya, Senin (27/2/2023).

Henry menegaskan, SPI menyesalkan kebijakan tersebut karena seharusnya Badan Pangan Nasinal yang dibentuk berdasarkan UU Pangan tersebut tidak membuat kesepakatan dengan perusahaan penggilingan padi dan korporasi padi.

"Bapanas seharusnya membuat kebijakan yang memerintahkan, karena Bapanas itu bukanlah holding company pangan, tapi badan nasional," katanya.

Menurutnya, Badan Pangan telah membuat kebijakan yang mengarahkan tentang HPP atau kisaran fleksibilitas (batas atas dan bawah) yang rentan dimanfaatkan pembelinya untuk ambil harga terendah (bawah). Terbukti, kata dia, harga gabah petani turun drastis dengan adanya pengumuman tersebut.

Harga batas atas gabah kering panen (GKP) tingkat petani sebesar Rp 4.550 per kg, GKP tingkat penggilingan Rp 4.650 per kg, gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 5.700 per kg, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kg.

Adapun harga batas bawah pembelian gabah dan beras mengacu kepada aturan Permendag Nomor 24 Tahun 2020. Yakni GKP tingkat petani Rp 4.200 per kg, GKP di penggilingan Rp 4.250 per kg, GKG di penggilingan Rp 5.250 per kg, dan beras medium di gudang Bulog Rp 8.300 per kg.

"Bapanas seharusnya menetapkan HPP baru atau harga batas bawah dan atas padi dan beras, bukannya membuat kesepakatan. Karena HPP baru dan kebijakan baru diperlukan di tengah kondisi sekarang," kata Henry.

Menurutnya, harga batas bawah Rp 4.200 dan harga batas atas Rp 4.550 akan merugikan petani dan terbukti sudah merugikan petani karena cenderung abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani.

“Sebaliknya, HPP ini bisa menjadi pundi-pundi bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah, lalu memprosesnya (mengolah dan mendistribusikan nya) dengan standart premium dan harga yang premium atau harga tinggi,” katanya lagi.

Henry menambahkan, kebijakan harga ini diperlukan sebagai bagian dari penataan atas kebijakan pangan di Indonesia saat ini. Di mana perlunya suatu kebijakan yang menyangkut "positioning" kembali Bulog sebagai lembaga yang mengurus cadangan pangan nasional.

"Karena, di tengah posisi Bulog sebagi perum dan tugasnya yang terbatas sekarang tidak mungkin bisa menjalankan misinya untuk mencadangkan pangan pemerintah. Selain itu diperlukannya suatu kebijakan cadangan pemerintah daerah dan cadangan pangan masyarakat. Karena tanpa cadangan pangan daerah dan masyarakat suatu hal yang tak mungkin menegakkan kedaulatan pangan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement