Rabu 22 Feb 2023 11:26 WIB

Militan dan Berpengalaman di Bidang EPC, Peluang Rekind Masih Terbuka Lebar

Dirut Pupuk Iskandar Muda sebut Rekind jadi satu-satunya perusahaan EPC nasional

Satu holding di bawah Bendera PT Pupuk Indonesia (Persero), Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Budi Santoso Syarif memproyeksi peluang PT Rekayasa Industri (Rekind) masih terbuka lebar, terutama jika ditinjau dari sisi militansi dan pengalaman yang dimilikinya.
Foto: Dok Rekind
Satu holding di bawah Bendera PT Pupuk Indonesia (Persero), Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Budi Santoso Syarif memproyeksi peluang PT Rekayasa Industri (Rekind) masih terbuka lebar, terutama jika ditinjau dari sisi militansi dan pengalaman yang dimilikinya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu holding di bawah Bendera PT Pupuk Indonesia (Persero), Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Budi Santoso Syarif memproyeksi peluang PT Rekayasa Industri (Rekind) masih terbuka lebar, terutama jika ditinjau dari sisi militansi dan pengalaman yang dimilikinya.

Seperti diketahui, perusahaan rancang bangun dan perekayasaan industri atau EPC (Engineering, Procurement and Construction) nasional itu tengah menghadapi tantangan keuangan yang hebat. Kondisinya, berpengaruh besar terhadap eksistensi perusahaan.

Namun demikian, pria yang akrab disapa Budi Syarif dan pernah  menjabat sebagai  Dewan Komisaris PT Pertamina Hulu Indonesia pada 2018 itu, yakin Rekind masih bisa bangkit. Sepengetahuannya, Rekind dikenal memiliki militansi yang kuat, terutama dalam upaya meningkatkan kompetensi dalam menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakannya.

Militansi ini melekat dalam benak Budi Syarif saat dirinya masih aktif dalam kegiatan Proyek Balongan Blue Sky Balongan, sekitar tahun 2003. Saat itu tidak sedikit yang meragukan kompetensi Rekind sebagai kontraktor utama proyek ini, meskipun menggandeng Toyo Engineering Corps (TEC).

Peran kontraktor nasional dianggap masih di bawah kapasitas kontraktor asing  yang sudah mengantongi pengalaman mendunia dalam kurun waktu puluhan tahun.

Tapi, kata mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) tersebut,  Rekind tidak kehilangan nyali. Sebaliknya mampu menunjukkan jiwa juang pantang menyerah. 

Rekind mampu membuyarkan keraguan itu dengan  berhasil membangun dan mengembangkan proyek yang sarat dengan teknologi tersebut. Keberhasilan di proyek ini juga tidak terlepas dari pengalaman Rekind membangun pabrik pupuk di tanah air, yang juga sarat dengan teknologi tinggi. 

Militansi dan pengalaman dalam ‘genggaman’ Rekind inilah yang menurut penyandang gelar Magister Teknik Industri Queensland University of Technology, Australia itu berpeluang besar untuk bisa membantu pemerintah dalam menekan laju impor, seperti halnya pupuk kimia seperti NPK dan kebutuhan petrokimia lainnya. 

Sejauh ini Indonesia masih mengimpor kalium untuk kebutuhan produksi pupuk NPK dari Rusia. Adanya perang Rusia-Ukraina turut mengganggu pasokan Pupuk Indonesia. Selain itu, pengiriman dari negara Eropa Timur seperti Belarus juga terdampak. Padahal negara-negara itu merupakan importir pupuk terbesar bagi Indonesia.

Hampir dua dekade belakangan, investasi dalam industri petrokimia belum signifikan untuk menjawab kebutuhan industri. Hal ini membuat nilai impor bahan baku petrokimia cukup tinggi. 

Data dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik lndonesia (Inaplas) menunjukkan impor produk petrokimia cukup tinggi. Sebagai gambaran, produk petrokimia hulu seperti polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), dan polistirena (PS) hampir mencapai 6 juta ton. 

Namun, industri dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30 persen dari permintaan domestik. Selebihnya, kebutuhan produk petrokimia hulu mengandalkan impor.

“Saya rasa kalau dilihat dari masalah impor, masih banyak yang bisa dilakukan Rekind. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintah Indonesia pasti akan membangun industri petrokimia tersebut. Untuk membangun dibutuhkan perusahaan EPC. Saat ini EPC Nasional hanya tinggal Rekind. Dengan pengalaman dan kompetensi yang ada, masih banyak peluang terbuka untuk Rekind, ” kata Budi Syarif.

Namun demikian, Budi Syarif menyarankan agar Rekind tidak hanya mengambil proyek-proyek investasi yang dikembangkan pemerintah tetapi juga peluang investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing. Informasi-informasi seperti itu harus bisa segera ditangkap dengan baik. Sebab pengembangan industri di Indonesia masih sangat ketinggalan.

“Peluang-peluang dunia industri masih sangat terbuka sekali buat Rekind. Jangan hanya menunggu tender saja, tapi harus bisa menangkap peluang,” kata peraih Penghargaan Proper Emas dan Hijau untuk Kilang Pertamina tahun 2019-2020 dari Kementerian Lingkungan Hidup itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement