REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mengidentifikasi hal-hal yang dimiliki guna mengatasi permasalahan air global.
“Mari kita mengidentifikasi tantangan dan kekuatan, mengeksplorasi opsi dan mencari pendekatan terbaik untuk setiap tema, inovasi teknologi, kerja sama global dan berbagi informasi, dan mengamankan komitmen politik untuk mengatasi masalah air global, khususnya memastikan ketersediaan dan pengelolaan berkelanjutan air dan sanitasi,” ajak Luhut dalam penutupan Kick-Off Meeting World Water Forum (WWF) ke-10, Kamis (16/2/2023) lalu, seperti dalam siaran persnya.
Luhut yang juga selaku Ketua Panitia Nasional Penyelenggara WWF, menyampaikan bahwa permintaan air global meningkat satu persen setiap tahunnya dalam satu dekade terakhir. Seiring dengan peningkatan populasi, perkembangan ekonomi, perubahan pola konsumsi, maupun perubahan iklim, dan akan terus tumbuh secara signifikan di masa mendatang.
Lewat Kick-Off Meeting yang telah berlangsung pada 15-16 Februari, Luhut menjelaskan tentang 3 proses identifikasi isu-isu penting yang akan dibahas di WWF ke-10 tahun 2024 mendatang. Sejak Kick-Off Meeting dilangsungkan, telah berjalan proses tematik, regional, dan politik guna mendiskusikan dan menemukan solusi realistik, inovasi, dan rencana implementasi dalam waktu dekat.
“Forum ini dapat dianggap sebagai salah satu tonggak terpenting menuju tahun 2030 dan seterusnya, yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan air untuk semua. Dengan tema “Water for Shared Prosperity” dan berkontribusi secara signifikan terhadap realisasi Sustainable Development Goals (SDGs),” ujar Luhut.
Hari kedua Kick-Off Meeting WWF ke-10 berisikan agenda diskusi guna memunculkan isu-isu penting yang akan dibahas lebih lanjut. Ada tiga proses yang berjalan yakni proses tematik, regional, dan politik. Dalam proses tematik, berlangsung diskusi yang dibagi ke dalam 6 subtema yakni Water for Humans and Nature; Water Security and Prosperity; Disaster Risk Reduction and Management; Cooperation and Hydro Diplomacy; Water and Innovative Finance; dan Knowledge and Innovation.
Sedangkan dalam proses regional, dibagi ke dalam dua kelompok yakni kawasan Asia Pasifik dan Mediterania, yang membahas tentang masalah air skala regional yang terkait dengan iklim, cuaca, laut, sungai lintas batas, dan sebagainya. Untuk mengatasi permasalahan regional, dibutuhkan kolaborasi dan komitmen untuk menurunkan prioritas air dan membuat jaringan kerja sama. Proses politik untuk kepala negara, pemerintah daerah, menteri, anggota parlemen, dan pengambil keputusan juga telah mulai dijalankan. Proses ini bertujuan untuk mendorong komitmen politik untuk mendukung solusi, menciptakan forum internasional untuk tindakan nyata, dan membangun kesepakatan kerja sama internasional.
Dalam penutupan Kick-Off Meeting tersebut, Presiden World Water Council, Loïc Fauchon, turut menyampaikan apresiasi kepada Indonesia selaku tuan rumah yang semakin siap untuk memimpin berbagai proses dalam mengatasi tantangan air dunia. “Indonesia adalah negara besar. Komunitas internasional harus banyak belajar dari pengalaman dan keahlian Indonesia dalam menanggapi tantangan pengelolaan air. Dan Indonesia akan menjadi ibu kota perairan internasional selama 15 bulan ke depan hingga Mei 2024,” ujar Loïc.
Selain itu, Loïc juga mengajak semua yang terlibat untuk terus mendukung keberlangsungan WWF ke-10 hingga tahun depan. “Kita sekarang bersama-sama berdampingan sebagai rekan untuk menunjukan kepada dunia, bahwa dalam gelaran Kick-Off Meeting ini kita telah memulai langkah untuk berhenti mengabaikan air!” jelas Loïc Fauchon.
Bali secara resmi diputuskan sebagai tuan rumah pada WWF ke-9 di Dakar, Senegal, pada 19 Maret 2022, dengan perolehan 30 dari total 36 suara Dewan Gubernur (Board of
Governors) World Water Council. Selaku tuan rumah WWF ke-10, Indonesia mengangkat tema “Water for Shared Prosperity”, dengan melihat kondisi global saat ini yang menghadapi tantangan ketersediaan air bersih di banyak negara. Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai target SDG 6, yaitu terkait hak atas air bersih dan sanitasi.