Selasa 17 Jan 2023 18:48 WIB

Kemenkeu: Kenaikan Subsidi Energi Faktor Utama Jaga Angka Kemiskinan

Pada 2022 Indonesia menghadapi inflasi akibat peningkatan harga energi dan pangan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu. Febrio mengatakan, keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp 551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan, selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu. Febrio mengatakan, keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp 551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan, selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp 551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan, selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan.

Tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 sebesar 9,54 persen, tetapi lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen.

Baca Juga

"Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September, yang sempat mencapai puncaknya di 11,5 persen pada Juli 2022," ungkap Febrio dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa (17/1/2023). 

Ia menyebutkan pada 2022 perekonomian Indonesia dihadapkan pada tekanan inflasi yang bersumber dari peningkatan harga komoditas global, khususnya energi dan pangan akibat perang di Ukraina. Namun dibandingkan dengan banyak negara lainnya, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa yang mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir, kenaikan inflasi di Indonesia jauh lebih moderat.

Hal ini terutama karena peran krusial Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai peredam gejolak alias shock absorber inflasi global melalui mekanisme subsidi energi dan alokasi belanja stabilisasi harga pangan.

Sementara itu, Febrio menambahkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau rasio gini pada September 2022 tercatat sebesar 0,381 atau menurun 0,003 poin dari Maret 2022 yakni 0,384. Hal itu dipengaruhi penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan, yang masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.

"Upaya pemerintah untuk mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan baik di perkotaan maupun pedesaan. Bahkan ketimpangan di pedesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level pra pandemi," kata Febrio.

Dengan inflasi bahan pangan atau volatile food yang menunjukkan tren penurunan signifikan dari September 2022 yang bertumbuh sebesar sembilan persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) hingga Desember 2022 sebesar 5,6 persen (yoy). Ke depan dia memperkirakan tingkat kemiskinan dapat kembali menurun.

Hal ini didukung pula dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan, di mana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2022 meningkat mencapai 68,63 persen, yang akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat. "Ke depan pemerintah perlu menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada kuartal I 2023 untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan," ujar Febrio.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement