REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Wilmar Group Indonesia Rikrik Rizkiyana mengatakan peristiwa kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022 lebih disebabkan karena kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar global.
"Kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh kenaikan harga CPO di pasar global, mengingat persentase harga CPO mencapai 80 hingga 85 persen dari biaya produksi," kata Rikrik dalam media briefing bertajuk Perkara Dugaan Kartel Minyak Goreng di Jakarta, Ahad (15/1/2023).
Kuasa Hukum dari kantor hukum Assegaf, Hamzah & Partners (AHP) itu membantah kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng pada periode tersebut disebabkan oleh kesepakatan pelaku usaha untuk menaikkan harga dan menahan pasokan atau biasa disebut kartel. "Kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng bukan disebabkan oleh kesepakatan pelaku usaha untuk menaikkan harga dan menahan pasokan," kata Rikrik.
Dia menjelaskan kelangkaan tersebut terjadi hanya untuk minyak goreng kemasan merek-merek premium di ritel-ritel modern, sedangkan minyak goreng curah banyak tersedia di pasar. "(Saat itu) harga minyak goreng kemasan menjadi sama dengan harga minyak goreng curah, sehingga masyarakat berebut membeli minyak goreng kemasan," kata Rikrik.
Kuasa hukum Wilmar Group lainnya Farid Nasution menambahkan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng bukan karena masalah produksi, tetapi karena kenaikan harga CPO, penerapan HET, dan kendala distribusi. "Hal ini diperkuat dengan keterangan para saksi yang sudah dihadirkan di persidangan baik oleh investigator maupun terlapor yang mengaku tidak mengetahui adanya koordinasi antara pengusaha untuk menaikkan harga jual," kata Farid.
Dia melanjutkan produsen minyak goreng tidak punya kendali atas rantai distribusi minyak goreng yang panjang, mulai dari produsen, distributor, sub distributor, agen, pedagang grosir, supermarket/swalayan, pedagang eceran, sampai dengan konsumen akhir.
Sebelumnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga sebanyak 27 perusahaan melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Berdasarkan Laporan Dugaan Pelanggaran yang disusun oleh Investigator KPPU, para terlapor diduga melanggar atas dua hal, yaitu membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober-Desember 2021 dan periode Maret-Mei 2022. Selain itu juga membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari-Mei 2022.