Kamis 05 Jan 2023 14:03 WIB

Faisal Basri: Investasi yang Masuk ke Indonesia tak Berkualitas!

Investasi seharusnya berbasis otak, di bidang Informasi dan Teknologi (IT), riset.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Ekonom Senior Faisal Basri memaparkan penjelasan saat diskusi dan peluncuran buku Menuju Indonesia Emas di Jakarta, Senin (21/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ekonom Senior Faisal Basri memaparkan penjelasan saat diskusi dan peluncuran buku Menuju Indonesia Emas di Jakarta, Senin (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai, investasi yang masuk ke Tanah Air tidak berkualitas. Akibatnya, investasi tersebut kurang mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Bisa kita lihat, semakin besar investasi yang masuk tetapi pertumbuhannya tidak berkualitas. Itu karena investasi yang masuk sekadar untuk bikin ibu kota, bangun jalur LRT, MRT, dan kereta cepat," ujarnya dalam diskusi publik secara virtual, Kamis (5/1/2023).

Baca Juga

 

Dia menganalogikan, investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan investasi berbasis otot atau pembangunan fisik. Jadi bukan berbasis otak, seperti investasi di bidang informasi dan teknologi (IT), riset, serta pengembangan.

Mengutip data Asia Productivity Organization pada 2022, ia menyebutkan, sebanyak 83 persen penanaman investasi di Tanah Air berkaitan dengan konstruksi dan bangunan. Kemudian 10 persennya berupa modal bagi non-IT, 4 persen investasi berkaitan dengan pembangunan transportasi, lalu hanya 3 persen di bidang IT.

Dari data itu, tidak ada investasi yang masuk yang berkaitan dengan riset dan pengembangan (R&D). "Ini disayangkan, bila R&D kuat, ada kemampuan inovasi membangun Indonesia supaya semakin berdaya saing," katanya menegaskan.

Faisal juga menyebutkan, kontribusi industri manufaktur terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun menjadi 18,3 persen ada kuartal III 2022. Padahal, pada 2021 kontribusinya mencapai 29,1 persen.

Hal itu, menurut dia, mengindikasikan Indonesia mengalami deindustrialisasi dini.

"Bandingkan dengan negara lain, peranan industri kita ke PDB merosot tajam dari level 29 persen dan tahun lalu ke 18,3 persen sampai kuartal III. Maka ada gejala deindustrialisasi dini di sektor industri manufaktur kita yang alami perlambatan sebelum mencapai waktunya atau titik optimumnya," tutur dia.

Ia pun menuturkan, kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia akan disusul oleh negara Vietnam, juga masih di bawah negara China, Korea, Thailand, dan Malaysia. Padahal, baginya sektor industri penting, sebab pembentuk kelas menengah yang kuat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement