REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, ketidakpastian ekonomi global masih terus berlanjut. Kementerian pun mewaspadai berbagai tantangan ke depan, seperti lonjakan harga minyak mentah dunia.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan, lonjakan harga minyak dunia dapat berpengaruh terhadap anggaran subsidi dan kompensasi energi pada 2023. Dengan begitu, harga BBM berpotensi naik.
"Bicara mengenai subsidi dan kompensasi ini kita bicara pagu anggaran selama satu tahun. Jadi kita perlu tetap mengamati secara cermat tapi juga tidak kemudian terlalu buru-buru merespons," tuturnya dalam konferensi pers virtual pada Selasa (3/1/2023) lalu.
Perlu diketahui, harga minyak dunia kini tengah menurun. Contohnya, harga minyak Brent yang sempat berada di puncak pada 2022 sebesar 126 dolar AS per barel menjadi 83,2 dolar AS pada Desember tahun lalu.
"Tapi kita juga mencermati tingkat konsumsi BBM di masyarakat. Itu karena saat harga BBM subsidi naik pada September 2022, ternyata konsumsi BBM masyarakat tidak turun," jelas Isa.
Akibatnya, realisasi subsidi dan kompensasi energi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 naik tiga kali lipat dari asumsi awal. Nilainya menembus Rp 551,2 triliun. Hal ini mengakibatkan realisasi subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022 membengkak tiga kali lipat dari asumsi awal menjadi Rp 551,2 triliun.
Survei yang dilakukan Reuters terhadap 30 ekonom dan analis memperkirakan, rata-rata harga minyak mentah jenis Brent pada 2023 akan mencapai 89,37 dolar AS per barel. Angka itu turun 4,6 persen dibanding prediksi konsensus pada November 2022.
Analis pasar dari CMC Leon Li menyampaikan, harga minyak akan tertekan ke bawah oleh penurunan konsumsi BBM sejalan dengan lesunya aktivitas ekonomi. Hal ini juga sejalan dengan penurunan harga minyak pada semester II 2022 yang disebabkan kenaikan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve untuk melawan inflasi.