REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai, peningkatan inflasi inti pada Desember 2022 mencerminkan masih kuatnya konsumsi masyarakat. Hal ini juga tercermin dari kenaikan inflasi beberapa kelompok pengeluaran seperti perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi, serta jasa lainnya.
"Inflasi inti pada Desember 2022 tercatat sebesar 3,36 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat di angka 3,3 persen (yoy)," kata Febrio dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Secara keseluruhan, laju inflasi meningkat di Desember 2022 yang mencapai 5,51 persen (yoy), naik dari angka November 2022 sebesar 5,42 persen. Peningkatan ini didorong oleh tekanan kenaikan inflasi inti dan harga diatur pemerintah (administered price). Sedangkan dari sisi harga pangan bergejolak masih melanjutkan tren penurunan.
Ia mengungkapkan, tren penurunan inflasi kelompok pangan bergejolak berlanjut di mana tercatat sebesar 5,61 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi November yang mencapai 5,7 persen. Namun demikian, dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) harga pangan mengalami kenaikan seiring dengan perayaan Natal dan tahun baru (Nataru) serta masuknya musim penghujan seperti daging dan telur ayam, ikan segar, aneka sayuran (antara lain tomat, cabai rawit, bayam), dan beras.
Inflasi harga yang diatur pemerintah juga mengalami peningkatan menjadi 13,34 persen (yoy), naik dari angka di bulan November 2022 sebesar 13,01 persen (yoy), yang didorong oleh naiknya tarif angkutan, rokok, dan tarif air PAM. Peningkatan tarif angkutan udara dan kereta api terutama didorong oleh permintaan pada masa liburan Nataru.
Secara umum, Febrio menyampaikan, sepanjang 2022, laju inflasi mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tekanan harga global, gangguan pasokan pangan, dan kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Selain juga karena meningkatnya permintaan masyarakat dengan membaiknya kondisi pandemi. Beberapa komoditas yang dominan mendorong inflasi adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, dan tarif angkutan udara.
Sebagai dukungan dalam pengendalian inflasi, pemerintah terus berupaya mengoptimalkan peran APBN dan APBD sebagai peredam guncangan atau shock absorber. "Optimalisasi penyaluran anggaran ketahanan pangan serta penyaluran belanja wajib perlindungan sosial dan belanja tidak tetap (BTT) APBD terus dilakukan untuk mendukung terkendalinya inflasi daerah," ujarnya.