REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat cadangan beras di Perum Bulog hanya tersisa 514 ribu ton dari yang tugaskan pemerintah sebanyak 1,2 juta ton. Pasalnya, operasi pasar beras oleh Bulog terus digenjot untuk membantu stabilisasi harga dalam negeri.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, dengan jumlah cadangan tersebut, terdapat kenaikan pada porsi volume beras komersial. Itu lantaran Bulog melakukan penyerapan beras secara komersial sesuai harga pasar untuk bisa memperoleh beras demi upaya peningkatan stok beras.
"Kalau kita lihat, stok beras komersial sekitar 37,8 persen sedangkan stok cadangan beras pemerintah 62,18 persen," kata Arief dalam rakor Pengendalian Inflasi dan Percepatan Realisasi Belanja Daerah, Kemendagri, Senin (5/12/2022).
Arief menuturkan, sejak Agustus 2022 penyaluran beras untuk operasi pasar sudah lebih dari 150 ribu ton dari rata-rata situasi normal sekitar 50 ribu ton atau lebih rendah.
Memasuki Desember 2022, hingga awal bulan ini penyaluran beras suah mencapai 17.199 ton atau total sejak awal tahun mencapai 1,05 juta ton.
Sementara itu, tren harga beras sudah mencapai Rp 11.229 per kg, terus meningkat dari bulan-bulan sebelumnya. "Rata-rata harga ini pun sudah dengan langkah intervensi, bayangkan kalau Bulog tidak intervensi," katanya.
NFA, lanjut Arief juga telah membantu proses operasi pasar beras Bulog di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang menjadi barometer perberasan nasional. Saat ini terdapat 64 pedagang beras di pasar induk yang menjual beras Bulog dengan harga Rp 8.900 per kg dan di pasar turunan seharga Rp 9.300 per kg.
Sementara itu, Bulog menyatakan masih terus berupaya menyerap beras dalam negeri untuk memenuhi pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) yang diklaim Kementan tersedia. Kementan mengklaim sebanyak 600 ribu ton beras tersedia dan dapat diserap oleh Bulog hingga Desember ini.
"Kita gerakkan seluruhnya dan sudah melakukan inventarisasi. Tidak tidak hanya by phone tapi datang ke tempat. Ada atau tidak," kata Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal kepada Republika.co.id, Jumat (2/12/2022).
"Kita belum dapat informasi secara tertulis apakah semua sudah didatangi atau belum (oleh Bulog daerah) kita akan pastikan semua," ujarnya menambahkan.
Ia pun menjelaskan, pada periode akhir tahun biasanya merupakan waktu bagi Bulog untuk melakukan penyaluran beras secara besar-besaran karena produksi memang minim. Penyaluran dilakukan terutama untuk menjaga stabilisasi harga agar tidak mengalami lonjakan.
Adapun periode penyerapan biasa dilakukan pada awal tahun tepatnya bulan Maret-Juni saat musim panen rendeng. Kemudian Agustus-September di musim panen gadu namun jumlahnya lebih kecil.
Namun ia menegaskan upaya penyerapan beras oleh Bulog pada dua musim panen di tahun ini pun telah maksimal. Di satu sisi, tren konsumsi beras masyarakat cenderung tetap sekitar 2,5 juta ton hingga 2,6 juta ton per bulan sehingga terdapat persoalan dalam produksi. "Harga tidak pernah bohong karena konsumsi pun flat," ujarnya.