REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Pandu Sjahrir optimistis industri jasa finansial berbasis teknologi (fintech) tetap bertumbuh pada 2023 di tengah ketidakpastian global. Meskipun demikian, kata Pandu, pendanaan kepada fintech diperkirakan akan berkurang.
"Kita bisa lihat semakin banyak masyarakat yang menggunakan fintech, inovasi juga bertambah, dan regulasi pemerintah turut mendukung pertumbuhan," katanya dalam konferensi pers penyelenggaraan Indonesia Fintech Summit ke-4 yang dipantau di Jakarta, Senin (7/11/2022).
Hanya saja, menurutnya pendanaan kepada fintech akan melemah pada 2023 seiring dengan resesi yang diprediksi dialami sejumlah negara. "Dari sisi pendanaan global, tahun 2023 akan menjadi waktu yang berat. Menurut saya, pada 2023 dan 2024 akan banyak ketidakpastian," katanya.
Ketidakpastian tersebut diperkirakan akan membuat penyedia jasa fintech akan menjaga cost dan melakukan efisiensi usaha demi tetap mencetak keuntungan. "Industri jadi memiliki kepentingan untuk bertumbuh secara positif dengan semakin cepat karena pendanaan secara global banyak berkurang," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menyebut fintech pendanaan bersama atau fintech peer to peer lending di Indonesia akan melanjutkan pertumbuhan pada 2023 mendatang karena credit gap di Indonesia masih tinggi.
"Kebutuhan pendanaan yang belum bisa dilayani perbankan, fintech peer to peer lending masih banyak. Jadi kita masih bisa tumbuh di 2023," katanya.
Hanya saja penyedia jasa fintech peer to peer lending akan lebih selektif dan hanya menyalurkan pembiayaan mereka kepada pelaku usaha di sektor industri yang tahan terhadap guncangan perekonomian global. "Saya kira fintech peer to peer lending perlu memperhatikan hal ini untuk mencegah risiko baik kredit macet dan lain sebagainya. Jadi peluang untuk tumbuh tetap ada, tapi kita juga perlu pintar memilih segmen untuk dibiayai," ucapnya.