Senin 24 Oct 2022 01:15 WIB

Kemenperin: Semua Produk Industri Farmasi Dalam Negeri Sudah Ikuti Standar dan Mutu

BPOM menemukan etilen dan dietilen glikol yang melebihi ambang batas pada obat sirup.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Seorang apoteker memasukkan obat sirup ke dalam kotak di apotek Villa Duta di Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 22 Oktober 2022.
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
Seorang apoteker memasukkan obat sirup ke dalam kotak di apotek Villa Duta di Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 22 Oktober 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, setiap produk obat yang dihasilkan oleh industri farmasi dalam negeri sudah mengikuti standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Berbagai produk itu pun telah memenuhi persyaratan mutu sesuai Farmakope Indonesia atau kompendial lainnya.

“Kasus ditemukannya Etilen glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada obat sirup merupakan kejadian yang tidak diharapkan oleh industri farmasi. Hanya saja Kemenperin terus mendorong perusahaan-perusahaan industri farmasi untuk terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap produk-produk yang dihasilkannya, dan terus memantau perkembangan informasi dari Kementerian dan Lembaga terkait,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dalam keterangan resmi kepada Republika.co.id, Ahad (23/10/2022).

Baca Juga

Dari hasil investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ditengarai kedua zat tersebut merupakan cemaran dan bukan sebagai bahan baku tambahan yang digunakan pada formulasi dan proses produksi obat sirup. Cemaran tersebut diduga berasal dari empat bahan baku tambahan, yaitu propilen glikol, polietillen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Menurut Kemenperin, keempat bahan di atas bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang penggunaannya dalam pembuatan sirup obat dan telah digunakan sejak lama. Dari keempat bahan tambahan tersebut, baru dua yang sudah dapat diproduksi dalam negeri yaitu sorbitol dengan kapasitas 154 ribu ton per tahun, dan gliserin sebesar 883.700 ton per tahun.

Sementara untuk propilen glikol dan polietilen glikol masih belum dapat diproduksi dalam negeri dan harus dilakukan impor. Menindaklanjuti perkembangan ini, Kemenperin telah melakukan koordinasi dengan industri farmasi yang produknya mengandung cemaran EG dan DEG melewati ambang batas aman.

Industri lalu menyatakan, tidak ada penggunaan bahan baku EG maupun DEG pada proses produksi. Maka, adanya EG dan DEG diduga berasal dari cemaran bahan baku tambahan lain yang disebutkan di atas.

“Sebagai tindak lanjutnya, industri terus melakukan evalusi internal, pengujian kandungan cemaran bahan baku pada laboratorium independen, serta berkoordinasi untuk melakukan penarikan produk dari pasar. Hal ini sejalan dengan komitmen industri farmasi untuk memproduksi produk obat yang aman, berkasiat, dan bermutu,” jelas Menperin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement