REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS terus berada dalam tekanan. Di pasar spot, kurs rupiah kembali melemah menjadi Rp 15.570 per dolar AS. Sementara kemarin, rupiah ditutup melemah 0,22 persen atau 34,5 poin ke Rp 15.498 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksi mata uang garuda pada hari ini akan melanjutkan pelemahannya seiring dengan indeks dolar AS AS yang terus menguat. "Dolar AS naik lebih tinggi, setelah inflasi Inggris melonjak ke level tertinggi 40 tahun dan serangkaian komentar hawkish dari pejabat Fed," kata Ibrahim, dikutip Kamis (20/10/2022).
Inflasi Inggris meningkat lebih dari yang diharapkan pada bulan September, dengan indeks harga konsumen naik menjadi 10,1 persen pada basis tahunan, menyamai level tertinggi 40 tahun yang dicapai pada bulan Juli.
Sementara angka ini akan meningkatkan tekanan pada Bank of England untuk melanjutkan pengetatan kebijakan moneter. Itu juga menunjukkan pendapatan rumah tangga akan tetap tertekan, kemungkinan mengarah ke perlambatan ekonomi seiring berjalannya tahun.
Selain itu, Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan The Fed dapat mendorong suku bunga acuannya di atas 4,75 persen jika inflasi yang mendasarinya tidak mereda. Komentarnya datang hanya beberapa hari setelah data menunjukkan inflasi AS mendekati level tertinggi 40 tahun meskipun serangkaian kenaikan suku bunga tajam tahun ini.
Ditengah kesuraman ekonomi dunia akibat krisis keuangan, pangan, dan energi yang terjadi saat ini dan ditambah dengan tekanan inflasi yang tinggi sehingga bank sentral global melakukan pengetatan menjadikan dunia dibayangi dengan ancaman resesi.
Dengan adanya ketidakpastian yang terutama diakibatkan oleh The Perfect Storm, sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 berada pada kisaran 2,3 persen -2,9 persen. Proyeksi tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2022 yang berada pada kisaran 2,8 persen-3,2 persen.
Saat gejolak terjadi Indonesia menjadi titik terang di tengah-tengah kesuraman ekonomi dunia. Menurut Ibrahim, titik terang tersebut bisa menambah tingkat kepercayaan pemimpin dunia terhadap perekonomian Indonesia.
Kondisi ini bisa dibuktikan dari data neraca perdagangan Indonesia (NPI) pada September 2022 yang kembali surplus 4,99 miliar dolar AS, meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,71 miliar dolar AS.
"Sehingga trust kepercayaan global akan semakin baik, dan ini bisa membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kuartal Ketiga 2022," kata Ibrahim.
Walaupun kondisi ekonomi Indonesia kemungkinan akan membaik, namun semua pihak diminta untuk tetap berhati-hati dalam menyikapinya. Ibrahim melihat ancaman resesi di depan mata masih ada. Ibrahim meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ketiga ini masih akan tumbuh di atas 5 persen.