Senin 10 Oct 2022 22:15 WIB

OJK: 244 Iklan Melanggar Ketentuan Industri Keuangan

OJK sebut jumlah melanggar 3,65 persen dari total 6.684 iklan yang dilakukan pemantau

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan sebanyak 244 iklan yang melanggar industri keuangan periode enam bulan pertama 2022. Adapun jumlah itu setara dengan 3,65 persen dari total 6.684 iklan yang dilakukan pemantauan.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan sebanyak 244 iklan yang melanggar industri keuangan periode enam bulan pertama 2022. Adapun jumlah itu setara dengan 3,65 persen dari total 6.684 iklan yang dilakukan pemantauan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan sebanyak 244 iklan yang melanggar industri keuangan periode enam bulan pertama 2022. Adapun jumlah itu setara dengan 3,65 persen dari total 6.684 iklan yang dilakukan pemantauan.

Anggota Dewan Komisaris OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan pasar modal merupakan sektor yang paling banyak ditemukan iklan yang melanggar.

“Karena pasar modal itu tentang investasi ke depan, mungkin menjadikan keuntungan atau tingkat return yang tidak masuk akal, itu iklan banyak yang kita ingatkan kemudian diganti,” ujarnya 

Secara sektoral, Kiki merinci pelanggaran iklan sektor perbankan sebesar 2,63 persen, lalu industri keuangan non bank sebesar 8,18 persen, dan pasar modal sebesar 17,31 persen. Sedangkan pelanggaran pada iklan tersebut terdiri dari 95,90 persen kategori iklan yang tidak jelas, sebesar 3,69 persen iklan menyesatkan, dan sebesar 0,41 persen merupakan iklan yang tidak akurat.

“Selama ini kami sudah melakukan pengawasan terhadap iklan-iklan yang berpotensi menyesatkan dan merugikan konsumer,” ucapnya.

Secara proses, apabila iklan dari suatu lembaga jasa keuangan yang dinyatakan melanggar ketentuan OJK, maka akan diberikan peringatan tertulis. Namun, apabila masih melakukan pelanggaran pada item yang sama, maka akan diberikan surat peringatan atau dilakukan proses pemanggilan.

Sementara itu  Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital, Imansyah menambahkan kepercayaan konsumen terhadap produk dan jasa keuangan yang ditawarkan fintech lebih urgen daripada pengembangan layanan teknologi.

“Kehadiran platform digital meningkat drastis era digitalisasi saat ini. Itu diikuti oleh sikap konsumen, yang banyak memercayakan data personalnya kepada fintech P2P lending untuk memperoleh pendanaan berbasis teknologi informasi,” ucapnya.

OJK sebagai regulator menyadari, kepercayaan konsumen terhadap layanan fintech meningkat, sehingga kepercayaan untuk menggunakan layanan keuangan digital juga meningkat.

Mengacu pada salah satu hasil riset pada 2021, kepercayaan konsumen terhadap layanan fintech baru sebesar 37 persen. Masih jauh di bawah kepercayaan kepada sektor perbankan sebesar 63 persen.

Imansyah lantas menyimpulkan, faktor terpenting bagi fintech untuk lebih bisa memenangkan hati masyarakat, yakni dengan menjamin data konsumen yang tersimpan aman, hingga soal keterjangkauan platform bisa diakses.

"Pengembangan fintech yang terpenting itu bukan dari sisi teknologinya, tapi kepercayaan. Untuk menjawab kepentingan konsumen ini, beberapa aspek penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap fintech melalui pasar yang akomodatif, regulasi yang akomodatif, edukasi terkait sistem keamanan dan literasi konsumen, serta tentunya supervisi efektif," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement