REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyalurkan pembiayaan berkelanjutan senilai Rp 250 triliun per 15 September 2022. Adapun realisasi ini setara 25 persen dari total portofolio kredit perseroan.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan perseroan siap mendukung energi baru dan terbarukan sebagai bagian dari environmental, social, dan governance (ESG) framework.
“Segmen ini merupakan strategi bisnis yang akan lebih diutamakan tahun ini dan ke depan. Portofolio kredit yang memiliki kriteria (pembiayaan berkelanjutan) sustainable finance sekitar 25 persen dari total kredit, atau Rp 250 triliun,” ujarnya saat webinar, seperti dikutip Senin (19/9/2022).
Menurutnya secara bertahap perseroan akan meningkatkan porsi portofolio kredit berkelanjutan dari saat ini 25 persen menjadi 30 persen dalam beberapa tahun. Maka itu, lanjut Siddik, seluruh pihak harus mengkaji lebih lanjut mengenai kebijakan apa yang harus diberikan agar industri sektor EBT bisa tumbuh lebih cepat dan peran perbankan dalam mendukung pertumbuhan di sektor industri EBT bisa lebih tinggi lagi.
"Saya kira Bank Mandiri dan industri perbankan lainnya sudah siap dalam mendukung pertumbuhan industri di sektor EBT," ucapnya.
Adapun langkah tersebut, sambung dia, sebagai bagian dari kerangka kerja lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) dari perseroan dan industri perbankan. Hal tersebut menjadi bagian dari strategi bisnis perbankan nasional yang lebih diutamakan ke depannya.
“Kita harus gali bersama, sehingga ESG bisa tumbuh lebih cepat. Kesempatan perbankan (berkontribusi) sektor ESG bisa lebih tinggi,” ucapnya.
Perseroan memiliki komitmen yang tinggi untuk mendorong peningkatan pembiayaan berkelanjutan. Maka itu, untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 dan Net Zero Emission (NZE) pada 2060, kebutuhan pembiayaan hijau mencapai 281 miliar dolar AS.
Terkait kebutuhan tersebut, Bank Mandiri menargetkan dapat berkontribusi sebesar 21 sampai 23 persen terhadap porsi pembiayaan hijau nasional guna mendukung tercapainya target NDC dan NZE Indonesia.
Ke depan perseroan berupaya mengevaluasi setiap kesempatan berbisnis, termasuk potensi sektor pertambangan. Proposal pendanaan akan dipertimbangkan dari segala aspek, salah satunya studi kelayakan (feasibility).
“Tidak ada spesial atau kriteria khusus sektor tertentu, termasuk sektor pertambangan. Setiap usulan atau proposal kita pertimbangkan apakah layak untuk diberi pendanaan atau tidak,” ucapnya.