Senin 12 Sep 2022 12:19 WIB

Pakai Kedelai Impor GMO, Perajin Tahu-Tempe: Selama Ini Aman Dikonsumsi

Mayoritas kedelai yang diimpor dari AS, Argentina dan Brasil merupakan produk GMO.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menunjukkan kedelai impor. ilustrasi
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Pekerja menunjukkan kedelai impor. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana memulai pengembangan kedelai genetically modified organism (GMO) atau rekayasa genetik demi menggenjot produksi dalam negeri. Para perajin tahu dan tempe pun menilai, selama ini penggunaan kedelai impor yang merupakan produk GMO aman dikonsumsi.

Ketua Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, menuturkan, impor kedelai untuk kebutuhan produski tahu dan tempe sudah berlangsung sejak era 1980-an. Mayoritas kedelai diimpor dari Amerika Serikat, Argentina, dan Brasil merupakan produk rekayasa genetik.

Baca Juga

"Selama 40 tahun terakhir, kita makan tahu, tempe dari kedelai GMO, apakah ada laporan orang sakit gara-gara makan tempe? Ini pandangan orang awam sehingga kedelai GMO itu aman," kata Aip kepada Republika.co.id, Senin (12/9/2022).

Aip menuturkan, jika produk GMO tak aman, keran impor kedelai GMO tak mungkin dibuka hingga puluhan tahun lamanya. Gakoptindo juga pernah meminta Sucofindo, BUMN penyedia jasa survei untuk melakukan pemeriksaan keamanan produk tahu dan tempe dari kedelai impor.

Menurutnya, spesifikasi produk tahu tempe yang dibuat dari kedelai impor sejauh ini tidak ada masalah sehingga aman dikonsumsi. Aip menegaskan jika kedelai GMO tidak aman, keran impor selama puluhan tahun terakhir tidak akan dibuka oleh pemerintah.

Namun, Aip menegaskan Gakoptindo juga mendukung penuh pengembangan kedelai lokal. Tahun ini, awalnya pemerintah melalui Kementan mengejar target produksi 1 juta ton kedelai lokal khususnya untuk kebutuhan produksi tahu.

"Ada upaya meningkatkan produksi lokal dan terus dilakuan, kita siap serap sampai 1 juta ton, cuma produksi kadang ada kadang tidak, jadi masih perlu ditingkatkan," kata dia.

Sebagai informasi, rata-rata kebutuhan kedelai nasional 3 juta ton, itu terdiri atas kebutuhan tahu 1 juta ton dan tempe 2 juta ton. Menurut Aip, kedelai lokal cocok untuk kebutuhan produksi tahu, sementara tempe masih perlu menggunakan kedelai impor.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan akan mulai mengembangkan kedelai GMO yang sebelumnya dilarang di Indonesia. Kementan bahkan terbuka untuk melakukan impor benih kedelai GMO agar dikembangkan di Indonesia.

"Sekarang kita boleh dan akan lakukan kedelai GMO. Itu boleh dilakukan yang selama ini kita punya kendala," kata Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono, beberapa waktu lalu.

Kasdi mengatakan, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo bahkan telah memberikan arahan agar dapat mengimpor benih kedelai GMO untuk kebutuhan pengembangan dalam negeri. Opsi itu bisa dilakukan sembari Kementan bersama petani mengembangkan benih kedelai aslo lokal.

Lebih lanjut, Kasdi mengatakan, larangan pengembangan GMO di Indonesia selama ini tidak adil. Pasalnya, impor kedelai yang masuk ke Indonesia nyatanya merupakan produk GMO dan tetap aman dikonsumsi masyarakat.

"Semua sudah paham, kok GMO dilarang padahal tiap tahun kita impor kedelai GMO dan kita makan dan tidak mutasi, itulah kira-kira pendekatan barunya," ujar dia.

Kementan pun mengalokasikan pagu anggaran tahun 2023 sebesar Rp 745,1 miliar untuk pengembangan kedelai tahun depan. Komoditas kedelai menjadi salah satu pangan yang mendapatkan perhatian pemerintah untuk mengejar swasembada.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement