Kamis 08 Sep 2022 19:36 WIB

Tekan Subsidi dengan Migrasi Energi

Saat ini sudah banyak negara yang memfokuskan penggunaan transportasi non BBM.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU milik Pertamina. ilustrasi
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU milik Pertamina. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini dinilai waktu yang tepat bagi pemerintah untuk memperbesar penggunaan energi non BBM, salah satunya untuk sektor transportasi. Diharapkan penggunaan energi non BBM dapat menekan subsidi energi dan mengurangi impor BBM.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S Dillon mengatakan, saat ini sudah banyak negara yang memfokuskan penggunaan transportasi non BBM untuk menekan biaya sekaligus mengurangi emisi. Salah satunya Prancis.

Baca Juga

Bahkan negara tersebut menjadi negara pertama yang sampai melarang iklan BBM fosil. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah berkomitmen untuk turut mengurangi penggunaan energi non BBM.

“Harus dimulai dengan kemauan politik yang kuat, misalnya mendeklarasikan bahwa angkutan umum di Indonesia akan 100 persen menggunakan kendaraan non BMM pada tahun 2030. Kemarin Sekretariat Negara mengumumkan penggunaan kendaraan Non BBM untuk operasional di 5 Istana Negara. Itu layak diapresiasi, namun dampaknya tidak akan signifikan kalau tidak diikuti dengan angkutan umum,” ujarnya, Kamis (8/9/2022).

Sebagai tahap awal, transportasi umum bisa melakukan migrasi ke bahan bakar gas (BBG) berjenis Compressed Natural Gas (CNG). Pasalnya, investasi penggunaan BBG untuk perusahaan transportasi umum masih lebih murah ketimbang menggunakan kendaraan energi non BBM lainnya yaitu kendaraan listrik. Hal itu dikarenakan investasinya hanya di conventer CNG.

Terpisah, Wakil Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono menyebut, pihaknya dapat menekan biaya energi cukup besar setelah armada Blue Bird menggunakan BBG. “Melalui penerapan armada BBG, Blue Bird berhasil menekan beban energi hingga 40 persen,” katanya.

Di saat yang bersamaan, kata dia, emisi yang dikeluarkan BBG juga lebih rendah dibandingkan BBM. Dia menyebut pihaknya saat in memiliki armada berbasis BBG sebanyak 2.300 unit atau 22 persen dari seluruh armada.

Penggunaan kendaeaan BBG disebut lebih murah dibandingkan dengan kendaraan listrik. Harya mengatakan, untuk mendorong lebih banyak transportasi umum menggunakan BBG, pemerintah harus mulai menambah jaringan stasiun pengisian bahan bahar gas (SPBG) untuk memudahkan dalam pengisian dan memotivasi migrasi ke BBG.

"Kita lihat dari pengalaman TransJakarta. Banyak waktu kendaraan habis mengantri di SPBG sehingga kinerja operasional angkutan menjadi tidak optimal,” kata Adrianto.

Untuk menekan biaya energi, Harya juga menyarankan agar pemerintah memfokuskan sumber daya gas alam digunakan untuk kebutuhan industri dan sumber energi pembangkit listrik. “Lalu listriknya dapat digunakan untuk kendaraan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement