REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, harga telur ayam sudah mengalami penurunan secara nasional. Penurunan harga terbesar terjadi di Jawa dan Sumatra sebagai sentra produksi telur ayam ras.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Syailendra, menyampaikan, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Bank Indonesia, mencatat, per 7 September 2022 harga telur ayam ras di tingkat eceran sebesar Rp 30.800 per kg, turun 2,2 persen dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp 31.500 per kg.
Adapun, khusus di wilayah Ibu Kota Jakarta sebesar Rp 29.150 kg atau telah turun 4,9 persen dibandingkan seminggu sebelumnya yang sebesar Rp 30.650 per kg. Harga terendah Rp 28.000 per kg ditemukan di Pasar Senen, Pasar Minggu, Pasar Lenteng Agung, dan Pasar Pramuka, meskipun di beberapa pasar masih ada yang menjual dengan harga Rp 32.000 per kg seperti di Pasar Paseban, Pasar Tanah Abang, Pasar Rawa Badak, dan Pasar Glodok.
Lebih lanjut, Syailendra menyampaikan, rata-rata harga telur ayam ras di tingkat eceran di wilayah Jawa tercatat sebesar Rp 28.150 per kg, turun 5,7 persen dibandingkan seminggu sebelumnya. Adapun wilayah Sumatra sebesar Rp 28.890 per kg atau turun 1,1 persen.
"Sementara itu, meskipun telah mengalami tren penurunan, harga di luar Jawa dan Sumatra masih berada di atas kisaran harga Rp 30.000 per kg," kata Syailendra dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/9/2022).
Rata-rata harga di wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar Rp 31.100 per kg atau turun 2,3 persen dibandingkan seminggu sebelumnya. Kalimantan sebesar Rp31.860 per kg atau turun 2,8 persen, Sulawesi sebesar Rpp30.950 per kg atau turun 2,7 persen dibandingkan seminggu sebelumnya, serta Maluku dan Papua sebesar Rp37.800 per kg atau turun 0,6 persen dibandingkan seminggu sebelumnya.
Syailendra menjelaskan, produksi telur ayam ras terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra dengan total produksi mencapai 78 persen dari produksi nasional. Jawa sebesar 56 persen dan Sumatra sebesar 22 persen. Sedangkan, wilayah di luar Jawa dan Sumatra cenderung mengalami defisit pasokan, khususnya di wilayah Maluku dan Papua, yang biasanya disuplai dari wilayah Jawa.
“Selain karena defisit pasokan di luar Jawa dan Sumatra, faktor biaya distribusi dan risiko kerusakan telur, seperti telur busuk dan pecah, saat pengiriman juga menjadi salah satu penyebab terjadinya disparitas harga,” kata Syailendra.
Ia memaparkan, kondisi sebaran produksi telur ayam ras yang terpusat di Jawa dan Sumatra pun tecermin pada perkembangan harga telur ayam ras periode Januari–Juli 2022. Sebagai gambaran, rata-rata harga telur ayam ras di tingkat eceran di wilayah Jawa dan Sumatra secara bulanan selalu lebih rendah Rp 1.000–Rp 4.000 per kg dibandingkan dengan rata-rata harga nasional.
Hal tersebut juga terjadi pada 7 September 2022, rata-rata harga telur ayam ras di Jawa memiliki selisih sekitar Rp 2.650 per kg dibandingkan dengan rata-rata nasional. Syailendra menyampaikan, pergerakan harga di tingkat eceran selalu lebih lambat apabila dibandingkan dengan harga di tingkat peternak.
Hal itu karena pedagang akan menghabiskan stok sebelumnya terlebih dahulu. “Oleh sebab itu, berdasarkan informasi yang kami sampaikan, target Menteri Perdagangan untuk menurunkan harga telur ayam ras dalam waktu dua minggu dan menuju harga normal sudah mulai terealisasi di wilayah sentra produksi Jawa dan Sumatra," ujar dia.
Namun, ia menekankan, untuk selanjutnya perlu menjadi perhatian bersama terkait dampak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap harga keekonomian telur ayam ras baik di tingkat peternak maupun di konsumen yang akan sedikit terkoreksi.