REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah militer Myanmar berencana melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) hingga 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,97 triliun. Langkah ini ditempuh guna meredakan lonjakan harga komoditas pokok yang didorong oleh tingginya harga bahan bakar.
Kebijakan muncul setelah Bank Sentral Myanmar bertemu dengan bank lokal dan importir bahan bakar minyak pekan lalu. Intervensi ini menandai penjualan pertama dolar AS oleh otoritas keuangan dalam hampir enam bulan.
Bank sentral Myanmar terakhir menjual 15 juta dolar AS dengan nilai tukar rata-rata 1.778 kyat per dolar AS. Bulan lalu, bank sentral mengubah nilai tukar referensi dari 1.850 menjadi 2.100 kyat per dolar AS karena mata uang nasional terus melemah.
Ekonomi Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi dalam kudeta 2021. Organisasi internasional termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia mengatakan mereka tidak memiliki data terbaru tentang cadangan devisa Myanmar.
Meski demikian, Menteri Perdagangan Aung Naing Oo mengatakan kepada Bloomberg News cadangan devisa Myanmar sedikit meningkat dibandingkan dengan 6,04 miliar dolar AS yang tercatat pada Oktober lalu.
Pekan lalu, otoritas memperingatkan tindakan efektif terhadap pedagang valas ilegal di bawah Undang-Undang dan peraturan Pengelolaan Valuta Asing. Bank sentral juga telah memerintahkan bank berlisensi untuk melaporkan penjualan mata uang asing kepada importir bahan bakar dan minyak nabati setiap hari mulai minggu ini.
Harga makanan pokok di Myanmar 34 persen lebih tinggi pada bulan Juli dibandingkan waktu yang sama tahun lalu. Harga bahan bakar tetap lebih tinggi secara signifikan dari satu tahun lalu. Kekurangan bahan bakar pada awal hingga pertengahan Agustus telah menyebabkan kenaikan harga baru.