REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji pelaksanaan perdagangan karbon di bursa tanah air. Adapun perdagangan karbon merupakan kegiatan jual beli kredit karbon, pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.
Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Adapun satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi satu ton karbon dioksida (CO2).
Kredit karbon yang dijual umumnya berasal dari proyek-proyek hijau. Lembaga verifikasi akan menghitung kemampuan penyerapan karbon oleh lahan hutan pada proyek tertentu dan menerbitkan kredit karbon yang berbentuk sertifikat. Kredit karbon juga dapat berasal dari perusahaan yang menghasilkan emisi di bawah ambang batas yang ditetapkan pada industrinya.
“Pasar karbon kita terus melakukan kajian-kajian dan tentunya kita berkoordinasi dengan kementerian terkait, dari KLHK, Kemenkomarinves dan Kemenkeu untuk melakukan atau melaksanakan inisiatif tersebut," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi saat webinar, Rabu (11/8/2022).
Pemerintah mengisukan kredit tersebut hingga batasan tertentu. Jika perusahaan menghasilkan emisi kurang dari kredit yang dimiliki, maka perusahaan tersebut bisa menjual kredit tersebut di pasar karbon.
Namun jika emisi yang dihasilkan melebihi kredit yang dimiliki, maka perusahaan harus membayar denda atau membeli kredit di pasar karbon. Maka demikian, negara-negara di dunia dapat mengontrol jumlah emisi karbon yang dihasilkan dan mengurangi dampak gas rumah kaca secara signifikan.
"Dalam P2SK, kita juga sudah masukkan mengenai pasar karbon. Ini masih dalam proses dan kita tunggu penunjukan dalam hal ini kementerian terkait KLHK untuk mengamanahkan karbon sebagai securities. Kami terus berkoordinasi dengan kementerian terkait dan juga SRO," ucapnya.
Di samping itu, Inarno menyebut kondisi pasar modal tergolong baik di tengah kondisi dinamika akibat inflasi global. Adapun pergerakan pasar pada kuartal II 2022 menuju kuartal III 2022 juga cenderung baik di tengah ketidakpastian global akibat tekanan inflasi.
"Sepanjang 2022 kinerja pasar modal masih mencatatkan kinerja positif," katanya.
Inarno juga menyebutkan mengenai kinerja emiten pada kuartal I 2022 tumbuh positif. Dari 722 yang telah melaporkan laporan keuangannya periode kuartal I 2022 tercatat peningkatan laba sebesar 110 persen, dari Rp 79,77 triliun menjadi Rp 167,52 triliun.
"Kinerja tersebut baik dibandingkan dengan saat pandemi," ucapnya.
Sedangkan kinerja emiten pada kuartal II 2022, Inarno menyebut pelaporan kinerja keuangan masih berlangsung. Namun dari 314 emiten yang telah melaporkan tersebut kinerja yang cukup optimal berasal dari emiten sektor teknologi, transportasi dan logistik, dan energi.
"Ini yang kita lihat growth-nya (pertumbuhan laba) cukup signifikan," ucapnya.