REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan pengumuman potensi delisting emiten PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) yang sudah enam bulan terakhir ini dihentikan sementara perdagangannya (Suspensi). Suspensi dikarenakan adanya default pembayaran kupon obligasi PUB I Tahap II pada 28 Januari 2022.
Default pembayaran tersebut diakibatkan penetapan WSBP ke dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 25 Januari 2022. Status PKPU tersebut menyebabkan WSBP masuk ke dalam masa mandatory standstill.
Berdasarkan hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta pada 28 Juni 2022, menyatakan bahwa status PKPU WSBP resmi telah berakhir melalui voting di mana mayoritas kreditur setuju atas proposal perdamaian yang ditawarkan oleh WSBP. Sayangnya, putusan perdamaian belum dapat Inkracht dikarenakan terdapat permohonan kasasi oleh salah satu kreditur WSBP yakni Bank DKI.
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai kondisi sulit yang dialami WSBP juga dialami hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi akibat terpaan pandemi Covid-19. Dampaknya WSBP tidak mampu membayar kewajibannya kepada para kreditur, termasuk Bank DKI.
Huda sendiri mengapresiasi langkah seluruh pihak dalam mencari jalan keluar melalui PKPU, terlebih PKPU yang ditempuh berhasil mendapatkan kesepakatan perdamaian (homologasi). Meskipun, sangat disayangkan putusan tersebut terhambat oleh adanya proses Kasasi yang diajukan Bank DKI.
"Tapi, langkah Bank DKI mengajukan Kasasi ini juga dilindungi oleh hukum," ujar Huda di Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Menurut Huda, Bank DKI dan WSBP perlu segera merumuskan solusi perdamaian, agar dapat menyakinkan pengadilan memberi putusan PKPU yang inkracht. Sehingga WSBP dapat segera merealisasikan proposal perdamaian kepada para krediturnya.
"Memang akan merugikan investor atau kreditur lainnya karena kepastian jalan keluarnya jadi tertunda lagi. Waskita Beton pun jadi punya waktu yang lebih sedikit untuk perbaikan kinerja keuangannya. Terlebih, ada isu untuk delisting dari bursa Indonesia. Itu kan sangat merugikan investor ritel," ucap Huda.
Selanjutnya, lanjut Huda, WSBP juga harus fokus dalam meningkatkan kinerjanya ke depan. Ia pun memproyeksikan kinerja emiten-emiten konstruksi akan kembali tumbuh seiring dengan mulai dilaksanakan kembali pembangunan beberapa infrastruktur nasional.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan merealisasikan anggaran untuk pembiayaan investasi di sektor infrastruktur senilai RP 59,4 triliun. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi sentimen positif untuk menggairahkan kembali sektor infrastruktur di tanah air, termasuk multiplier effect yang dihasilkan dari pembangunan.
Dari data Kemenkeu total pagu anggaran investasi pada sektor infrastruktur senilai Rp 86,4 triliun tahun ini akan dikucurkan ke Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) porsinya Rp 28,8 triliun, PT Hutama Karya Rp 23,9 triliun dan BLU FLPP Rp 19,1 triliun.
Anggaran investasi ini juga akan disalurkan ke PT PLN Rp 5 triliun, Waskita Karya Rp 3 triliun, Adhi Karya Rp 2 triliun, Sarana Multigriya Finansial Rp 2 triliun, Perum Perumnas Rp 1,6 triliun dan Penaminan Infrastruktur Indonesia Rp 1,1 triliun.