REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi belanja negara 2022 sebesar Rp 3.000 triliun. Hal ini diakibatkan kenaikan harga energi dan pangan dunia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah menambah anggaran untuk menjaga daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19. "Ini menyebabkan postur APBN dari Rp 2.750 triliun jadi di atas Rp 3.000 triliun," ujarnya saat Peluncuran Merdeka Belajar 21: Dana Abadi Perguruan Tinggi, Senin (27/6/2022).
Menurut dia, pada Mei 2022 DPR menyetujui tambahan anggaran Rp 380 triliun untuk membayar kompensasi dan subsidi energi. Adapun tambahan anggaran karena harga minyak dunia rata-rata 120 dolar AS per barel. Sementara dalam APBN 2022 harga minyak diasumsikan 63 dolar AS per barel.
Sri Mulyani menyebut tambahan subsidi dan kompensasi bertujuan untuk menahan kenaikan harga BBM, LPG, hingga listrik di Tanah Air, sehingga harganya tetap stabil di tengah kenaikan di pasar global. "Kalau tidak, BBM sudah naik dua kali lipat. Tapi kita tidak tekan itu dan tidak bisa ditangani sendiri oleh BUMN, makanya subsidi naik," katanya.
Selain tambahan subsidi Rp 380 triliun, lanjut Sri Mulyani, saat ini pemerintah juga sedang menunggu restu tambahan anggaran sebesar Rp 154 triliun. Adapun tambahan anggaran diperlukan agar belanja negara tidak lagi mengandalkan penarikan utang pemerintah.
"Dari kenaikan komoditas ini kita dapat windfall. Ini buat dipakai buat apa? Salah satu yang penting saat ini melindungi masyarakat, pemulihan ekonomi dan kesehatan APBN, tiga tujuan ini sangat penting," kata dia.
Menurut dia, berbagai subsidi energi tersebut telah dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia antara lain dalam bentuk konsumsi listrik dan BBM, termasuk para pengguna jenis Pertamax. Sebab, pemerintah tetap memberikan subsidi Pertamax yang saat ini dijual di bawah harga keekonomiannya.
"Pakai Pertamax itu juga bagian dari subsidi karena harga yang saat ini masih di bawah nilai keekonomiannya," kata dia.