Senin 27 Oct 2025 17:48 WIB

Kelapa Maluku Utara Tembus Tiongkok, Hilirisasi Dongkrak Ekonomi Petani

Hilirisasi kelapa kini telah berjalan hingga ke tingkat desa.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman melepas ekspor produk kelapa dari Maluku Utara ke Tiongkok di Kabupaten Halmahera Utara.
Foto: Kementan
Menteri Pertanian Amran Sulaiman melepas ekspor produk kelapa dari Maluku Utara ke Tiongkok di Kabupaten Halmahera Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, HALMAHERA UTARA -- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, hilirisasi industri kelapa menjadi kunci untuk meningkatkan nilai ekspor komoditas perkebunan nasional. Dengan mengolah kelapa menjadi produk bernilai tinggi, potensi ekonomi sektor ini diperkirakan bisa mencapai Rp1.000 triliun per tahun.

“Saat ini ekspor kelapa kita bernilai sekitar Rp 24 triliun per tahun. Jika dihilirisasi secara maksimal, nilainya bisa melonjak hingga 50-100 kali lipat, mencapai Rp 1.000 triliun atau lebih. Ini visi besar Presiden yang sedang kita wujudkan,” ujar Mentan Amran saat melepas ekspor produk kelapa dari Maluku Utara ke Tiongkok di Kabupaten Halmahera Utara, Ahad (26/10/2025).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Ekspor kali ini menampilkan produk olahan seperti coconut milk, minyak kelapa murni (VCO), dan berbagai turunan lainnya, yang dihasilkan oleh PT NICO di Halmahera Utara. Langkah ini menjadi tonggak penting, menunjukkan bahwa hilirisasi kelapa kini telah berjalan hingga ke tingkat desa.

“Kerennya, ekspor ini berasal dari Maluku Utara. Kita tidak lagi mengirim bahan mentah, tapi produk olahan. Ini adalah langkah bersejarah yang dimulai dari daerah,” kata Mentan Amran. Ia juga mengumumkan program pengembangan 10 ribu hektare kebun kelapa baru di Maluku Utara pada 2026.

“Di Halmahera Utara akan ada 5 ribu hektare, sisanya di kabupaten lain. Ini gratis untuk petani. Jika berhasil, kita akan tambah lagi,” tegasnya. Hilirisasi terbukti mampu meningkatkan nilai ekonomi kelapa secara signifikan.

“Harga kelapa mentah hanya Rp 3.000 per butir. Tapi kalau diolah jadi coconut milk atau coconut water, nilainya bisa Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per butir. Kenaikan ini sangat besar dan langsung berdampak pada kesejahteraan petani,” jelas Mentan Amran.

Industri pengolahan seperti PT NICO dan PT Dewa Coco tidak hanya meningkatkan ekspor, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi lokal.“Perusahaan seperti ini harus didukung karena mereka menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa,” tambahnya.

Mentan Amran juga memuji peran Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda dan pemerintah daerah yang mendukung penuh kebijakan hilirisasi ini.

“Terima kasih kepada semua pihak di Maluku Utara, mulai dari gubernur, bupati, hingga DPRD, yang bersama-sama mendorong industrialisasi kelapa,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Maluku Utara memiliki 158.953 hektare lahan kelapa produktif dengan produksi sekitar 1,02 miliar butir per tahun. Sebanyak 76 persen dari produksi ini telah diserap oleh industri hilir di provinsi tersebut.

Mentan optimistis model hilirisasi di Maluku Utara dapat menjadi contoh nasional. “Kita tidak boleh hanya menjual kopra. Ke depan, kita ekspor coconut milk, coconut chips, hingga coconut flour. Ini akan meningkatkan devisa dan menekan kemiskinan di pedesaan.”

Pemerintah juga berkomitmen mendukung petani kelapa melalui penyediaan bibit unggul, pupuk, dan akses permodalan. “Kami mendapat tambahan anggaran Rp 10 triliun untuk menyediakan bibit gratis bagi petani, termasuk di Maluku Utara,” ungkap Mentan.

Ia menegaskan, hilirisasi kelapa bukan sekadar soal ekspor, tetapi juga tentang membangun kemandirian ekonomi masyarakat. “Dari Maluku Utara, kita buktikan Indonesia mampu bersaing di pasar global,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement