Dewasa ini kaum perempuan semakin ditantang untuk mengambil peran dalam perkembangan teknologi digital. Tak dapat dimungkiri, kaum perempuan bisa memainkan hal krusial di era disrupsi yang sarat perubahan ini.
Berkaca pada penanganan pandemi Covid-19, misalnya, ternyata di negara-negara yang dipimpin oleh perempuan dan kebetulan mereka memang sangat paham dunia digital lebih cepat recovery-nya dan sukses menangani pandemi. Tunjuk contoh, Selandia Baru, Taiwan, Jerman, Finlandia, dan Islandia. Top leader di negara-negara itu memang perempuan. Para kepala negara perempuan tersebut paham akan pemanfaatan teknologi dan big data sehingga bisa lebih cepat memahami persoalan guna mengatasi pandemi.
Perempuan sebagai pemimpin memang bisa memiliki perspektif yang berbeda dalam menghadapi krisis. Sebagian dari mereka lebih memiliki disiplin dan aturan yang lebih jelas.
Hanya saja, sayangnya, di lapangan faktanya memang masih terdapat digital gender gap. Dilihat dari parameter internet usage di Asia Pasifik, misalnya, internet usage laki-laki sebesar 54,6% dan perempuan hanya 41,3%. Lalu, dari sisi pengguna media sosial, laki-laki mencapai 52,6% dan perempuan 47,4%. Yang mencolok, pada STEM (Science, Technology, Engineering, Math) workers, laki-laki mencapai 72%, sedangkan perempuan hanya di angka 28%.
Gap itu dipicu oleh beberapa kemungkinan. Antara lain, adanya keterbatasan akses dan minimnya kemauan untuk memanfaatkan teknologi digital dan internet di kalangan perempuan. Minat untuk melakukan pengembangan skill digital dan teknologi, desain, serta produksi di kalangan perempuan juga masih kurang.
“Bahkan, advancement of women to visible leadership dan pengambilan keputusan di sektor digital sedikit sekali. Startup yang dipimpin perempuan juga tidak banyak,” kata Sri Safitri, Deputy Executive Vice President CX & Digitization PT Telkom Indonesia Tbk.
Padahal, menurut Sri Safitri, opportunity di sektor digital bagi perempuan sebenarnya sangat terbuka lebar. Teknologi digital adalah peluang terbesar yang pernah ada di zaman ini. “Ketika perempuan memilih bergerak di bidang teknologi, itu adalah sesuatu yang outstanding, berbeda. Tidak sama dengan kebanyakan sehingga akan membuka peluang-peluang itu,” ia menjelaskan.
Sri Safitri sendiri termasuk srikandi bangsa yang telah menorehkan sederet prestasi moncer. Banyak penghargaan yang pernah diraihnya. Sebut contoh, CX Leader of The Year 2021, Top 150 Global Customer Experience (CX) Leaders 2020 (Survey Sensum), Gold Awarded dari International CX Awards 2019, Regional Women’s Leadership dari Kedutaan Australia, Executive Award-Embassy of Canada Scholarship at National University of Singapore (NUS), Most Influential Brand Leaders dari World Brand Congress, Transformational Business Leader at University of Sydney, dan 50 Most Influential Global Marketing Leaders pada World Marketing Congress 2015.
Sebagai orang yang berada di balik Customer Experience (CX) PT Telkom Indonesia Tbk., Sri Safitri terbukti sukses mentransformasi CX Telkom dan berhasil menjadikan CX sebagai fondasi inti dari pertumbuhan jangka panjang, serta menjadikan pelanggan sebagai pendorong penting dari strategi jangka panjang.
Menurutnya, perempuan dalam industri teknologi memiliki skill, empati, kemampuan komunikasi, dan kemampuan adaptasi yang lebih besar. “Perempuan lebih mampu menghadirkan kebiasaan-kebiasaan yang customer-centric. Contohnya, kemampuan empati dalam mendengar keluhan yang dirasakan pelanggan,” katanya.
Rasa empati itu melahirkan kebiasaan listen to customers, yang selanjutnya menjadi langkah penting dan acuan untuk tindakan selanjutnya. Ada proses lain dari “mendengar” sampai akhirnya “action”, yaitu melakukan Voice of Customers Collection (Listen) melalui berbagai kanal.
VoC ini berupa testimoni pelanggan mengenai pengalaman mereka menggunakan layanan. Hasilnya kemudian menjadi data referensi untuk dianalisis lebih lanjut, sehingga “titik-titik nyeri” pelanggan teridentifikasi. Lalu, data dari customer pain tadi akan di-review untuk menentukan skala prioritas dalam melakukan tindakan perbaikan.
Peningkatan CX jelas menjadi salah satu kunci Telkom Group mampu beradaptasi dan bangkit menghadapi pandemi. Telkom telah menetapkan visi CX, yaitu “Menjadi salah satu perusahaan paling customer-centric”, sedangkan misinya “Menciptakan CX yang Wow” untuk kehidupan digital yang dicapai melalui digitisasi perusahaan.
Di bawah kepemimpinan Sri Safitri, yang lahir di Medan, 28 Oktober 1973, Telkom berhasil meningkatkan loyalitas pelanggan. Ini tecermin dari peningkatan Net Promoter Score (NPS) Telkom Group dari tahun 2017 hingga sekarang.§
Dewasa ini kaum perempuan semakin ditantang untuk mengambil peran dalam perkembangan teknologi digital. Tak dapat dimungkiri, kaum perempuan bisa memainkan hal krusial di era disrupsi yang sarat perubahan ini.
Berkaca pada penanganan pandemi Covid-19, misalnya, ternyata di negara-negara yang dipimpin oleh perempuan dan kebetulan mereka memang sangat paham dunia digital lebih cepat recovery-nya dan sukses menangani pandemi. Tunjuk contoh, Selandia Baru, Taiwan, Jerman, Finlandia, dan Islandia. Top leader di negara-negara itu memang perempuan. Para kepala negara perempuan tersebut paham akan pemanfaatan teknologi dan big data sehingga bisa lebih cepat memahami persoalan guna mengatasi pandemi.
Perempuan sebagai pemimpin memang bisa memiliki perspektif yang berbeda dalam menghadapi krisis. Sebagian dari mereka lebih memiliki disiplin dan aturan yang lebih jelas.
Hanya saja, sayangnya, di lapangan faktanya memang masih terdapat digital gender gap. Dilihat dari parameter internet usage di Asia Pasifik, misalnya, internet usage laki-laki sebesar 54,6% dan perempuan hanya 41,3%. Lalu, dari sisi pengguna media sosial, laki-laki mencapai 52,6% dan perempuan 47,4%. Yang mencolok, pada STEM (Science, Technology, Engineering, Math) workers, laki-laki mencapai 72%, sedangkan perempuan hanya di angka 28%.
Gap itu dipicu oleh beberapa kemungkinan. Antara lain, adanya keterbatasan akses dan minimnya kemauan untuk memanfaatkan teknologi digital dan internet di kalangan perempuan. Minat untuk melakukan pengembangan skill digital dan teknologi, desain, serta produksi di kalangan perempuan juga masih kurang.
“Bahkan, advancement of women to visible leadership dan pengambilan keputusan di sektor digital sedikit sekali. Startup yang dipimpin perempuan juga tidak banyak,” kata Sri Safitri, Deputy Executive Vice President CX & Digitization PT Telkom Indonesia Tbk.
Padahal, menurut Sri Safitri, opportunity di sektor digital bagi perempuan sebenarnya sangat terbuka lebar. Teknologi digital adalah peluang terbesar yang pernah ada di zaman ini. “Ketika perempuan memilih bergerak di bidang teknologi, itu adalah sesuatu yang outstanding, berbeda. Tidak sama dengan kebanyakan sehingga akan membuka peluang-peluang itu,” ia menjelaskan.
Sri Safitri sendiri termasuk srikandi bangsa yang telah menorehkan sederet prestasi moncer. Banyak penghargaan yang pernah diraihnya. Sebut contoh, CX Leader of The Year 2021, Top 150 Global Customer Experience (CX) Leaders 2020 (Survey Sensum), Gold Awarded dari International CX Awards 2019, Regional Women’s Leadership dari Kedutaan Australia, Executive Award-Embassy of Canada Scholarship at National University of Singapore (NUS), Most Influential Brand Leaders dari World Brand Congress, Transformational Business Leader at University of Sydney, dan 50 Most Influential Global Marketing Leaders pada World Marketing Congress 2015.
Sebagai orang yang berada di balik Customer Experience (CX) PT Telkom Indonesia Tbk., Sri Safitri terbukti sukses mentransformasi CX Telkom dan berhasil menjadikan CX sebagai fondasi inti dari pertumbuhan jangka panjang, serta menjadikan pelanggan sebagai pendorong penting dari strategi jangka panjang.
Menurutnya, perempuan dalam industri teknologi memiliki skill, empati, kemampuan komunikasi, dan kemampuan adaptasi yang lebih besar. “Perempuan lebih mampu menghadirkan kebiasaan-kebiasaan yang customer-centric. Contohnya, kemampuan empati dalam mendengar keluhan yang dirasakan pelanggan,” katanya.
Rasa empati itu melahirkan kebiasaan listen to customers, yang selanjutnya menjadi langkah penting dan acuan untuk tindakan selanjutnya. Ada proses lain dari “mendengar” sampai akhirnya “action”, yaitu melakukan Voice of Customers Collection (Listen) melalui berbagai kanal.
VoC ini berupa testimoni pelanggan mengenai pengalaman mereka menggunakan layanan. Hasilnya kemudian menjadi data referensi untuk dianalisis lebih lanjut, sehingga “titik-titik nyeri” pelanggan teridentifikasi. Lalu, data dari customer pain tadi akan di-review untuk menentukan skala prioritas dalam melakukan tindakan perbaikan.
Peningkatan CX jelas menjadi salah satu kunci Telkom Group mampu beradaptasi dan bangkit menghadapi pandemi. Telkom telah menetapkan visi CX, yaitu “Menjadi salah satu perusahaan paling customer-centric”, sedangkan misinya “Menciptakan CX yang Wow” untuk kehidupan digital yang dicapai melalui digitisasi perusahaan.
Di bawah kepemimpinan Sri Safitri, yang lahir di Medan, 28 Oktober 1973, Telkom berhasil meningkatkan loyalitas pelanggan. Ini tecermin dari peningkatan Net Promoter Score (NPS) Telkom Group dari tahun 2017 hingga sekarang.§